Skip to main content

HIT: Rest in Peace


Kita tak lagi menyaksikan iklan product obat anti nyamuk merek HIT sejak beberapa waktu lalu. Kandungan klorpirifos dan diklorvos yang dilrang DepKes, terbukti digunakan produsen obat anti nyamuk ini.

Di pasaran, HIT menyerang pertahanan merek-merek besar obat anti nyamuk yang sudah lama ada seperti BAYGON dan MORTEN dengan strategi harga murah. Namun konsep harga lebih murah dari pesaing yang dikampanyekan HIT menjadi boomerang sekarang.

Menghilangnya HIT di pasaran (walaupun di sejumlah tempat masih tetap ada dijual) jelas menguntungkan merek lain. Setidaknya HIT memiliki konsumen setia karena harganya. Jika HIT tak ada, konsumen akan mencari merek lain.

Menurut sebuah survey, konsumen obat anti nyamuk yang biasa menggunakan satu alat pengusir nyamuk, akan lama memutuskan untuk berganti ke jenis lain. Jadi, ketika HIT aerosol susah ditemukan di pasaran, kebetulan yang dilarang adalah jenis ini, konsumen tak lantas mencari alat pengusir nyamuk berupa HIT electrik.

Sejak kasus penggunaan zat kimia terlarang dalam kandungan HIT, seolah meluapkan rasa dendam kesumat, FORCE MAGIC, merek anti nyamuk yang berharga lebih tinggi dari HIT, memanfaatkan momentum emas ini. Mereka menerbitkan sebuah TVC baru, yang memojokkan HIT, sekaligus seolah mengedukasi masyarakat agar harga jangan dijadikan alasan terpenting ketika membeli obat anti nyamuk. Kesehatanlah yang utama.

Iklan ini menarik. Masyarakat, khususnya konsumen obat anti nyamuk, yang tak ngeh sejak awal tentang kasus ini, jadi tahu. Masyarakat yang tadinya tidak tahu masalah sesungguhnya, kini jadi tahu. FORCE MAGIC bisa diingat sebagai alternative obat anti nyamuk yang bisa dipilih oleh konsumen.

Namun iklan ini bisa juga menguntungkan bagi merek lain. Walalupun kemudian BAYGON turut gencar beriklan terdorong dengan kasus HIT, iklan yang dibuat oleh FORCE MAGIC seakan turut memberikan positioning bagi BAYGON yang sama-sama berhaga lebih tinggi dari HIT.

Maka terjadilah inspirasi terbuka dari sejumlah produsen obat anti nyamuk, khususnya untuk jenis aerosol dan electric, untuk menarik konsumen yang setia pada harga murah. Mereka ‘disadarkan’ untuk ‘mengabaikan’ harga.

Mau murah namun celaka, apa mahal tapi kantung jebol?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.