Skip to main content

Majulah Pendidikan Nasional Kita

Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi anak sekolah tahun ini saya angap paling sensasional dan paling menarik perhatian. Berbagai kalangan berlomba melakukan protes agar pemerintah mau dilakukan ujian ulang bagi siswa-siswa yang tidak lulus. Mulai dari siswa sendiri, orang tua, anggota DPR, hingga artis.

Jika dulu, fenomena siswa tidak lulus ujian itu biasanya melanda para pelajar yang bermasalah dengan inteltual dan perilaku, kini berbeda. Siswa yang pandai dan pintar sekali pun bisa mengalami hal yang memalukan dan menyedihkan itu. Bayangkan, siswa yang rajin dan pintar saja bisa tak lolos ujian.

Bagaimana beban psikologis para siswa yang tidak lulus ujian? Bagi anak yang berpikiran panjang, bisa legowo dan mengulang ujian di tahun depan. Kearifan dan dukungan keluarga maupun pihak sekolah dan kawan-kawan si siswa sangat dibutuhkan agarsiswa yang naas tidak melakukan tindakan nekad, bunuh diri misalnya.

Padahal, sistem UAN model ini telah dilakukan sejak tahun sebelumnya. Mengapa baru sekarang dihalau?

Kita marah dan terusik ketika pemerintah melakukan sesuatu yang tegas untuk perbaikan pendidikan nasional kita. Kita juga pernah marah ketika pemerintah diam saja dengan kualitas pendidikan nasional kita yang seolah tak pernah mengalami kemajuan.

Harus bagaimana, ya? Diam salah, bertindak salah.

Saya maklum mengapa masyarakat ada yang tidak setuju dengan aksi yang dilakukan oleh pemerintah ini. Namun saya setuju dengan tindakan pemerintah untuk bersikeras tidak melakukan ujian susulan. Jika segala sesuatu harus selalu bisa dikompromikan, kita seperti bisa menduga hasil akhirnya. Sekali maju, majulah. Masyarakat kita harus siap dan sportif menerima kekalahan.

Untuk sebuah perubahan besar, kadang kita memang perlu terkaget-kaget dengan dampak yang timbul di luar perhitungan dan harapan. Kadang memang perlu ada korban untuk sebuah perubahan. Kita tak bisa selalu membuat semua orang happy dengan apa yang kita kerjakan, bukan?

Berilah kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan sesuatu untuk pendidikan nasional kita.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.