Skip to main content

Manuver Fawzy Bowo: A Hidden Agenda



Pemilihan Gubernur DKI tinggal beberapa tahun ke depan. Fawzy Bowo (FB) sudah mempersiapkan dengan seksama. Pria pintar yang kini menjabat Wakil Gubernur itu, telah menebar pesona di berbagai pelosok seantero Jakarta.

Masyarakat yang selama ini hanya mengenal sosok dominant Sutiyoso, kini mestinya mulai akrab dengan wajah FB. Setelah banyak melahirkan ide-ide bagus yang menggemilangkan karier Sutiyoso, sekarang FB merasa gilirannya untuk tampil.

Dengan cara tradisional namun tak murah, FB mematok potret wajahnya pada sejuta poster yang ditempel di tembok-tembok yang mengingatkan saya pada apa yang dilakukan oleh calon anggota partai maupun calon kepala desa menjelang pemilihan. Termasuk memanfaatkan billboard raksasa, hingga billboard imut yang menyesaki perkampungan. FB sudah bosan menjadi orang kedua terus setelah Sutiyoso. Beliau sedang berancang untuk menjadi Gubernur DKI mendatang.

Untuk memilih calon gubernur DKI yang akan datang, Pemprov DKI akan melangsungkan sistem pemilihan langsung oleh warga. Bagaimana akan menang pemilihan jika tak dikenal oleh warganya? Mumpung masih menjabat sebagai pimpinan lembaga-lembaga tertentu, FW harus pandai memanfaatkan situasi. Supaya kegiatan kampanye terselubungnyanya bisa dimodali oleh organisasi yang dia pimpin. FW harus jadi celebrities.

‘De ja Vu’ pada gaya lama yang sering dilakukan oleh para pejabat ORBA kala berkampanye menjelang pemilu. Kita ingat bagaimana mereka berkampanye dengan diongkosi negara. FB pun memperlihatkan gejala yang sama. Untuk mengelabui, tokoh kita ini tampil dengan pesan-pesan social. Pesan-pesan basi yang para presenter acara gossip di TV pun melakukannya.

Wakil Gubernur mengingatkan warganya untuk menjauhi narkotika. Kebetulan dia menjadi Badan Narkoba Provinsi DKI. Wakil Gubernur mengingatkan warganya agar menjaga keamanan. Kebetulan Jakarta bukan kota yang aman semenjak berkali-kali menjadi target ancaman pengebom.

Untuk kampanye seperti itu perlu dana besar. Well, saya tak perlu membicarakan berapa banyak uang pemprov yang digelontorkan untuk kampanye social FB ini (termasuk 30% yang pastinya akan menguap ke kantong pimpinan-pimpinan projek).

Jika FW berniat populer dengan cara elegant, sekalian saja membuat thema kampanye dengan konsep jelas. Apa yang hebat dari sosok FW? Hal yang belum banyak diketahui oleh masyarakat adalah bahwa dia seorang Planolog. Seperti Soekarno yang arkitek, mengapa FW tak mempopulerkan saja dirinya sebagai calon gubernur yang perancang kota saja?

FW sebaiknya berkampanye tentang hal-hal yang berhubungan dengan keahliannya. Bukankah issu tata kota, perumahan, ruang publik, pertamanan, peruntukan trotoar dan bangunan, revitalisasi bangunan tua, hingga lalu lintas adalah bagian dari kajian planologi yang paling menarik saat ini?

Menjadi endoser untuk iklan anti narkoba? Kontrak saja public figure yang lebih ngetop dan punya pengaruh luas. Menyebarkan pesan tentang keamanan? Apa akan berhasil menghentikan ulah para pembuat onar?

Jakarta sangat amburadul. Kemunculan tokoh yang bervisi menertibkan tata kota sangat diidamkan warga. Saya dan banyak pihak lain pasti akan mendukung. Saya dan banyak pihak lain pun akan melupakan berapa banyak biaya yang digelontorkan untuk kampanye tersebut plus 30% anggaran yang biasanya menguap ke kantong-kantong pimpinan projek.

Demi Jakarta yang manusiawi.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.