Skip to main content

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?


ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan.

Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses.

Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara.

Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar!

Fantastis! Semua orang tergiur dan membicarakan nasib baik yang menimpa para pengabdi bangsa itu. Para guru datang, bertarung, dan menang. Apakah begitu kejadian sesungguhnya? Sara kira tidak.

ANTV yang sedang boros-borosnya membelanjakan uang setelah mendapat suntikan dana segar dari STAR TV, merasa perlu publisitas dan menarik pemirsa TV tanah air yang selama ini lebih suka memelototi RCTI atau bahkan TPI.

Jika untuk membayar Farhan saja berani merogoh kocek hingga bermilayar rupiah, mengapa mereka tidak berani menciptakan juara rekayasa senilai dua milyar? Hal yang tidak terlalu sulit. Jika sekedar melakukan press conference dan berharap media cetak menuliskan tentang acara tersebut, saya rasa dampaknya akan sangat lambat.

Lalu lahirlah ide gila itu. Dipilihkan guru. Sebetulnya jangankah guru, siapa pun yang akan memenangkan hadiah besar dua milyar akan menjadi perbincangan di mana-mana. Namun, untuk sebuah dampak komunikasi yang dramatis, guru akan lebih mengharu biru. Kita tahu bagaimana standar hidup guru sebagai pegawai negeri. Bukankah, kisah hidup guru selalu membuat kita prihatin?

Maka dirancanglah sebuah siasat super rahasia. Bola-bola keberuntungan yang mestinya bercampur dengan bola-bola lain itu, dibuat emas semua. Sehingga siapa pun yang mengambil bola-bola manapun pada saat itu, akan sangat beruntung.

Dan, byaaarrr! Publisitas tentang peristiwa tersebut betul-betul berhasil dibuat. Super Deal mencuri perhatian. Media massa ramai menyiarkan. Orang-orang sibuk membicarakan. Sebagian orang lain sibuk berkhayal andai mereka menjadi pemenang. Dalam waktu singkat, awareness masyarakat terhadap Super Deal langsung meroket. Selebihnya tinggal menunggu kabar baik, semoga para pemirsa mau mengarahkan remote control ke channel ANTV untuk menonton Super Deal.

Akankah Super Deal meraih sukses? Akahkah ANTV besaing mendapatkan rating dalam rangka menarik minat pemirsa untuk singgah dan berlama-lama menikmati sajian-sajiannya?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.