Rasanya sudah banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengkampanyekan 'hentikan korupsi'. Korupsi adalah pencurian, korupsi adalah haram.
Belakangan saya membaca sebuah email yang menilik korupsi dari sudut yang berbeda: hukum kekekalan energi. Jika kau nafkahi anak isterimu dengan uang korupsi, maka anak-anakmu akan menjadi rusak. Menakutkan, bukan? Saya rasa ide ini bisa disosialisaikan lewat berbagai ceramah di setiap pertemuan, dakwah di perkumpulan pengajian, saat sembahyang Jumat, termasuk ceramah para pendeta.Karena korupsi dilakukan oleh siapa saja!
Saya ingat komentar Ibu saat saya kecil. Ada tetangga-tetangga beranak banyak yang setiap saat membuat seisi kampung gempar. Sebentar-sebentar anak lakinya menghamili perawan orang, sebentar-sebentar anak perempuannya dihamili oleh anak lelaki orang. Ibu saya bilang, nafkah yang diberikan bapak-bapak mereka tak berkah karena hasil korupsi. Saya selalu menyimpan komentar Ibu di lubuk hati yang paling dalam.
Waktu kecil dulu, saya sedemikian percayanya. Ketika saya beranjak remaja, saya menilai komentar Ibu hanya asbun (asal bunyi). Tentu saja banyak faktor yang membuat anak-anak tetangga itu tak bisa menjaga diri. Namun ketika saya mulai dewasa, saya merasa yakin bahwa yang dikata Ibu benar.
Saya diberi kepercayaan memegang sebuah jabatan, baik di perusahaan tempat saya bekerja maupun dalam organisasi yang saya ikuti. Saya kadang punya kesempatan melakukan improvisasi dengan segala urusan 'proyek' atau marketing fee. Seorang sahabat pernah bilang, kenapa saya tidak melakukan mark up untuk sejumlah biaya? Saya katakan tidak mau. Alasan saya, karena saya masih memberi dukungan keuangan buat Ibu dan adik-adik saya.
Saya tak ingin orang-orang yang saya cintai celaka.