Skip to main content

partner(s)

tak semua rasa dapat kita dapat dari satu panganan. pangan tertentu ada yang hanya memiliki satu rasa ertentu. bisa juga dua, tiga, atau lebih. tapi tak semua.

kita bisa memilih seseorang untuk dijadikan teman saja, teman sekaligus sahabat, saudara saja, saudara sekaligus sahabat, anak buah saja, anak buah sekaligus sahbat, ibu saja, ibu sekaligus sahbat, sahabat saja, sahabat sekaligus rekan kerja...

tak ada yang salah, jika masing-masing dari kita saling memahami setiap kapasitas yang dimiliki. saya membiarkan orang-orang datang dan pergi dalam kehidupan saya. ada sebetnar singgah, ada yang dua bentar. ada yang saya tahan, ada yang dengan senang hati saya lepas.

memaksakan kehendak untuk memeprtahankan sesuatu yang tidak layak, hanya akan menimbulkan ketidakseimbangan. tak perlulah saya meisalnya, memeprtahankan kekasih jika dari npihak kekasih saya saja sudah tidak ingin memeprtahankan hubungan.

saya pernah bekerja sama dengan sebuah team. orang-orang baru. pekerjaan yang asyik. diskusi-diskusi yang asyik. dalam hitungan hari, kami sudah seperti sahabat lama. waktu terus berjalan. persahabatan kami menjadi tambah asyik. namun saya lalu mengendus bahwa sesuatu sedang berkembang ke arah yang tidak sehat. kami hebat di urusan pertemanan tapi dalam urusan kerja, kami tidak hebat.

perbedaan pendapat menjadi terlihat ganjil bagi satu dua orang. sifat-sifat tertentu dari orang-orang tertentu untuk tampak jagoan dibanding yang lain. saya lalu mengundurkan diri. tak ingin berselisih.

beberapa lalu saya diundang untuk mengerjakan sebuah projek dengan beberapa sahabat. dalam hati, saya percaya bahwa sahabat-sahabat ini hanya cocok untuk menjadi sahabat saja. bukan sebagai partner kerja. maka, ketika saya terjun juga ke projek itu, saya sudah mewantiwanti diri saya untuk tidak memunculkan ambisi dan ego secuil apapun.

benar saja. meskipun saya sudah menahan diri untuk tidak berkomentar, gerutuan justeru datang dari teman lain yang juga terlibat. tak ingin memeprkeruh suasana, saya hanya bilang sabar. seolah saya juga sedang menenangkan diri sendiri.

sepele, sebetulnya. jika masing-masing dari kami menyamakan tone energi, anthusiasme, persepsi, dan irama hati, semua akan berjalan dengan baik. namun kenyataannya tidak begit. ada kecenderungan-kecenderungan dari par sahabat untuk lebih mennjol dibanding dari yg lain, ingin selalu dirinya paling didengar, ingin selalu yang paling memutuskan.

pelajaran berharga.

project berikutnya, saya memilih tidak terlibat. teman baru yang terlibat, sama mengerutu. saya maklum. projek berikutnya lagi, setengah hati saya mengikutinya. hingga kemudian saya menenemukan beberapa peunjuk agar saya mundur. dan saya mundur.

saya memilih untuk menjadi sahabat bagi mereka saja. bukan untuk hal lain. supaya bisa menerima mereka apa adanya. saya ingin bebersih hati. tanpa harus tahu seburuk-buruknya mereka punya perilaku.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.