Skip to main content

Payudara Biru RCTI


Jika Anda sempat menyaksikan acara yang disiarkan langsung pada peringatan ulang tahun RCTI, Kamis malam, 24/08/06, Anda akan terkesima dengan insiden kecil 'payudara biru RCTI'. Atau mungkin juga Anda tidak perlu perduli. Acara yang selain diisi oleh banyak artis populer negeri ini, juga menampilkan para komedian ibukota. Sebut saja Tukul, Tata Dado, Taufik Savalas, dan Narji. Sejumlah pelawak ini memparodikan kegiatan penjuarian Indonesia Idol.Tukul berperan sebagai Indra Lesmana, Tata Dado sebagai Titi DJ, dan sebagainya. Sementara Indra Bekti berlaku sebagai kontestan.

Sesuai script, belum selesai kontestan menyanyi, para juri sudah melemparkan kritik-kritik. Tessy dengan dandanan khas-nya, melabrak para juri. Entah karena improvisasi yang berlebihan atau memang sesuai dengan blocking, Tessy yang menggunakan baju atasan dan rok, melompat ke atas meja juri. Tessy berdiri dan beguling-guling di antara para 'juri' gadungan itu.

Masya Allah, baju atasan Tessy tersingkap! Maka penonton RCTI di seluruh Indonesia saat itu akan menyaksikan bagaimana 'payudara' Tessy yang ternyata adalah dua buah balon berwarna biru berisi air.
Sejak pertama kali Tessy muncul di layar kaca, saya sempat berkomentar sendiri terhadap penampilan Tessy. Menurut saya tak seorang pun anak akan bangga dengan bapaknya dengan dandanan yang sangat melecehkan martabat ibunya itu.

Untung saja, keputusan besar segera diambil. Parodi Indonesian Idole itu buru-buru dihentikan, ditimpa dengan acara berikutnya.

Lagi, sebuah tragedi susila terjadi di hadapan mata. Di usia yang ke 17 ini, RCTI seolah memposisikan diri sebagai stasiun yang tidak memiliki quality control dan ketidakhati-hatian. Statsiun yang juga telah memposisikan perempuan pada nadir terendah dari seantero makhluk ciptaan.

Atas terjadinya insiden ini, sejatinya RCTI melakukan hal-hal seperti berikut:
- RCTI perlu membuat pengumuman minta maaf tidak saja pada seluruh perempuan Indonesia atas insiden payudara balon itu, namun juga pada masyarakat di republik ini yang sejak kecil selalu dididik untuk menghargai manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya;
- Memberikan skorsing pada pihak-pihak yang terlibat dan bertanggung jawab terhadap acara tersebut;
- Saatnya menghentikan penampilan pria-pria berbusana perempuan yang sama sekali tak memberi manfaat bagi kecerdasan dan perkembangan moral penontonnya;

Saya jadi berpikir, jangan-jangan ini bukan semata insiden. Tapi sebuah kesengajaan. Di awal acara, sang pejabat perusahaan meluncurkan dua buah Station ID baru yang salah satunya menampilkan balon-balon biru (mayoritas) yang dilepas ke udara. Warna biru tentu saja melambangkan corporate color stasiun ini yang khas.

Inget payudara, inget balon biru. Inget balon biru, inget RCTI! Dasar cabul!

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.