Skip to main content

Gubernur Wanna Be




Rupanya sudah sederet nama berambisi menjadi Gubernur DKI berikutnya menggantikan Sutiyoso: Sarwono, Faisal Basri, Adang Daradjatun, Agum Gumelar, dan Fauzi Bowo. Meskipun jadual kampanye masih jauh, namun diam-diam para jawara ini sudah mulai berancang-ancang. Siapa menangani apa, siapa menangani siapa. Media mana yang harus dipegang. Kegiatan mana yang harus dipegang.

Sarwono buka Multiply, Sarwono di pertandingan catur, Sarwono di jalan Jaksa. Meamang harus bancitampil. Dimana ada massa, di situ seharusnya berada berada. Tim suksesnya perlu melamar saya jadi tim kreatifnya, nih.

Apa yang terjadi dengan calon lain? Faisal Basri kolaborasi dengan Masyarakat Transportasi Indonesia, Adang bikin pertandingan sepak bola, Bowo pamer kumis di sejumlah billboard, Agum mengawinkan mantunya diam-diam dengan wanita bar (pssst, yang terakhir ini gossip).

Semua cara tentu saja harus dilakukan. Biar naik pamor, biar masyarakat berasa dekat dengan calon pemimpinnya. Seru juga mengamati. Mereka turun ke jalan untuk mendapat simpati. Jika sudah dapat takhta, apa masih mereka mau menyalami tangan kita, ya?

Lalu siapa yang akan saya dukung?
- Basri yang kemana-mana bawa backpack? Please, deh. Mau ke gunung 'kali.
- Bowo the planolog yang tak mengamalkan ilmunya itu?
- Sarwono yang old fashioned? Saya mengusulkan agar bapak ini menonton 'Devil Wears Prada.
- Agum yang belum-belum sudah ke-pede-an bakalan terpilih?
- Adang yang tak berani menjanjikan para polisi lalu lintas tak merangkap jadi preman?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.