Skip to main content

The Killing Email: 'Pop Hidayah'


Apakah saya pernah membaca majalah Hidayah? Belum. Apakah saya pernah membaca tabloid POP? Belum. Mengharumkan atau membusukkan nama seseorang atau lembaga bisa dengan jalan yang sangat mudah. Email berantai berikut menarik disimak.

From: wahdat kurdi
To: mnst@...
Subject: OOT: Penerbit Hidayah = Penerbit Pop?

Assalamu'alaikum Wrwb, Pak Mus maaf Out of Thema, ada info dari saya tentang majalah Hidayah,majalah 'Horor Islami' yang sangat banyak dibaca umat Islam di Indonesia dan Malaysia. Mungkin bisa menjadi warning bagi umat Islam jika disebarkan melalui milis ICMI dsb.

Wassalamualaikum Wrwb,
MAJALAH HIDAYAH DAN POP, TERNYATA SAUDARA KANDUNG Saya sangat khawatir dengan perkembangan "Islam Belatung" yang cukup pesat sekarang ini. Yang saya maksud dengan "Islam Belatung" adalah Islam yang digambarkan melalui
cerita teror-horor seperti "belatung keluar dari perut si fulan karena melakukan dosa anu" atau "kuburan tak mau menerima jasad si fulan karena dosa anu" dan cerita2 semacamnya. Maaf jika istilah saya untuk menggambarkan 'Islam' yang disampaikan dengan cara itu cukup kasar, sebab saya kira cerita2 demikian sesungguhnya dusta dan hanya menodai kesucian dan kemurnian Islam yang "sejati". Cerita2 itu sekadar sampah, yang karena ketidaktahuan umat Islam, kemudian menjadi seolah-olah kisah agung yang wajib diketahui semua muslim yang saleh.

Sekitar dua-tiga tahun lalu, saya masih ingat persis seorang teman yang juga alumni HMIBogor pernah bercerita kepada saya. Dia waktu itu reporter majalah Gatra dan sedang ditugaskan untuk menginvestigasi majalah Hidayah-Intisari Islam, sebab majalah tsb dianggap fenomenal. Dalam arti, oplag-nya besar meskipun usianya relatif baru beberapa tahun. Ketika datang ke kantor majalah Hidayah, ia sempat kebingungan karena tempat yang didatangi ternyata kantor tabloid Pop, tabloid porno. Hampir balik lagi karena menyangka salah alamat, ia tanya orang2 di tempat itu. Ealah... ternyata kantor Hidayah letaknya juga di tempat yang sama. Ia penasaran, mengapa tabloid dari 'aliran' berbeda bisa menempati kantor yang sama? Selidik punya selidik, ternyata penerbit keduanya sama, yaitu PT Varia Pop Nusantara. Setelah mendengar cerita dia, saya cek dengan melihat nama penerbit pada majalah dan tabloid tsb. Astaghfirullah, ternyata sama... PT Varia Pop Nusantara.. Silakan teman2 juga cek langsung. Teman saya juga sempat bertanya kepada pimred Hidayah waktu itu, apakah cerita yang ditampilkan dalam Hidayah benar adanya. Dijawab, bahwa cerita2 tsb diperoleh reporter

Hidayah dari masyarakat. Benar tidaknya wallahu alam!

Kesimpulan saya:
1. Karena penerbitnya sama, sebenarnya tujuan Hidayah dan Pop juga sama, yakni, mencari untung sebesar2nya. Bedanya, Pop membidik pasar pria2 mesum, sedangkan Hidayah mentargetkan pasar kaum muslim kebanyakan. Saya tidak tahu seberapa besar jumlah pria mesum yang suka Pop. Tetapi, jumlah kaum muslim yang bisa dipikat dengan cerita2 horor yang ditampilkan Hidayah,saya yakin sangat banyak. Terbukti, Hidayah dibeli banyak orang.

2. Strategi yang digunakan penerbit tsb adalah mengalalkan segala cara . Porno atau Islami , selama itu menguntungkan, sikat teruss... Ada kemungkinan, keuntungan dari Hidayah digunakan untuk mensubsidi Pop. (Pop butuh subsidi karena kalah bersaing dengan media porno sejenis,menurut info seorang teman yang lain). Jadi kalau kita beli Hidayah,sama saja mensupport Pop.

Asumsi saya, siapapun di balik majalah Pop adalah manusia bejat moral. Tidak logis jika manusia semacam itu, melalui majalah Hidayah-nya, punya niat baik untuk mendakwahkan Islam yang benar.

Majalah Hidayah adalah majalah tipu2 dan menyesatkan umat Islam. Demikian pula majalah sejenis yang akhir2 ini bermunculan. Saya bertanya-tanya, apakah kyai2 kita tidak tahu hal ini? Dalam rubrik konsultasi majalah Hidayah, salah satu pengisinya adalah Kyai Ali Yafie, kyai sepuh yang tak diragukan lagi kualitas keilmuannya terutama dalam bidang ilmu fiqih. (Dalam versi Hidayah sekarang, juga ada Ust Arifin Ilham & ulama2 lain yang cukup terkenal). Saya tidak pernah mendengar Nabi mengajarkan Islam dengan cerita2 horor. Kalaupun ada dalam Quran hanyalah cerita2 tentang neraka, tak lebih dari itu. Islam yang disampaikan Nabi adalah Islam yang penuh hikmah dan mauidzah. Sedangkan hikmah dan auidzah itu tak mungkin disebarkan melalui cerita2 horor, melainkan melalui pengajaran yang sesuai nurani.

----------------------------------------
Tanpa menunggu lama, pihak yang mengatasnamakan redaksi Majalah Hidayah membuat klarifikasi. Salah satunya adalah dengan email berantai.

-----------------------------------------

Wa'alaikumsalam wr. wb.
Terima kasih atas perhatiannya pada HIDAYAH. Informasi yang tidak jelas narsumbernya tersebut memang patut dipertanyakan. Rujukannya juga tidak jelas.

Pertama, sang penyebar informasi yang mengada-ada itu tidak bisa memahami Islam secara universal sehingga kesimpulan yang diambil pun terkesan serampangan. MAJALAH HIDAYAH dianggap mengusung jargon Islam Belatung. Ini merupakan pemahaman yang picik dan jangan-jangan belum tahu dan membaca isi majalah HIDAYAH.Mengingat HIDAYAH selain memuat kisah-kisah iktibar, juga nuansa Islam lain pun diangkat. RUbrik-rubrik kisah kitab, kisah Qur'an, tokoh, profil dai, serta artikel-artikel Islam lain, dapat dijumpai di HIDAYAH.

Kedua, rujukan yang didapat yang mengatakan bahwa tulisan tersebut berasal dari investigasi salah seorang wartawan GATRA juga diragukan. Jadi bukan rujukan primer karena rujukan primer hanya didapat dari HIDAYAH. Dalam bahasa lain, tulisan tersebut dibuat dengan asumsi "katanya". Dalam etika jurnalistik, tidak bisa sumber "katanya" dijadikan patokan (rujukan).

ketiga, Perusahaan yang membawahi Majalah Hidayah adalah PT VARIAPOP GROUP bukan PT VARIA POP NUSANTARA sebagaimana informasi yang disebarkan di berbagai milis. Dan media-media yang berada di bawah naungan PT VARIAPOP GROUP adalah MAJALAH HIDAYAH, PARAS, ANGGUN, DIDIK,   ARIASARI, CHEF, MUSLIMAH,serta BERITA INDONESIA yang diedarkan di Malaysa. Dengan demikian jelas bahwa TABLOID POP yang bernuansa esek-esek yang dikatakan saudara sekandung dengan majalah HIDAYAH sangat TIDAK BENAR. Karena penerbitnya juga berbeda.

Karena semuanya tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya, maka kami menilai bahwa tulisan-tulisan/informasi yang beredar di beberapa milis hanyalah bagian dari Kampanye Hitam yang berupaya merusak citra Hidayah. Maklumlah, HIDAYAH menurut penelitian AC NIELSEN yang dimuat majalah CAKRAM ditempatkan sebagai majalah yang beroplah besar dan pembaca yang besar pula. Mungkin inilah yang dijadikan senjata oleh pihak-pihak yang tidak suka perkembangan serta kemajuan HIDAYAH. Kebenaran informasi-informasi miring tersebut bisa langsung dikonfirmasi kebenarannya ke redaksi majalah HIDAYAH no telp. 84935417.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.