Skip to main content

Susu Saya Susumu Juga


Salah satu program pemerintah Amerika adalah memasyarakatkan susu. Apalagi manfaat susu sangat jelas bagi kesehatan. Lalu para produsen susu di sana membuat asosiasi. Mereka menerbitkan sejumlah kampanye agar masyarakat Amerika gemar meminum susu, khususnya untuk anak-anak dan remaja.

Beberapa tahun lalu, kampanye besar-besaran melibatkan banyak public figure dunia. Iklan cetaknya sangat sederhana namun memiliki pesan yang kuat 'orang hebat saja menum susu'. Hal yang khas dari tampilan iklan itu adalah potret close up dan tanda putih di sekitar bibir.

Beberapa tahun kampanye itu berjalan. Namun tak juga menggiatkan masyarakat untuk minum susu. Lalu dibutlah survey. Terutama para remaja, mereka kuatir susu dapat membuat tubuh mereka gemuk. iya, alasan yang sangat logis. Selama ini, kita diberi pengetahuan bahwa susu memiliki tingkat lemak yang tinggi.

Lalu dimulailah kampanye baru. Masih dengan sederet public figure. Masih dengan tanda putih di sekitar bibir. Tampilan barunya adalah, para model difoto tidak sekedar close up, tapi full seluruh badan.

Dipilihkan public figure yang tak sekedar populer, tapi juga ramping dan sehat. Cerdas sekali.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.