Karena sebuah pekerjaan di Aceh, Selasa dini hari saya sudah berada di bandara untuk terbang ke kota Serambi Mekah itu. Selepas sahur, walaupun mata sangat berat, saya bertahan untuk tidak jatuh tertidur. Kalau itu kejadian bisa celaka. Saya bisa tertingal pesawat dan jadual meeting mesti mundur keesokan harinya. Jadual penerbangan ke Aceh tak banyak pilihan. Maka, ketika jalanan masih gelap gulita, saya memutuskan lebih baik menunggu di lounge bandara.
Beberapa kali saya pernah tertinggal pesawat. Alasannya, karena datang ke bandara telat. Itu biasanya kalau harus berangkat pagi. Masih mending jika kota yang akan dituju memiliki jadual penerbangan yang banyak. Jika tidak? Bisnis bisa melayang. Dan saya tak ingin kejadian begitu terulang.
Ini kunjungan saya untuk kedua kalinya ke Aceh. Banyak kesan yang saya dapat dari alamnya, orang-orangnya, dan keinginan untuk selalu kembali dan keinginan untuk segera meninggalkannya.
Jangan berharap terlalu tinggi, untuk apa pun. Saya terbiasa dengan ritme hidup Jakarta, perlu mengendorkan berbagai standar agar perasaan bisa tentram damai selama di Aceh ini. Saya menyebutnya kearifan hidup di negeri asing.
Comments