Seberapa banyak orang yang tegas dan percaya diri untuk bertindak: "Bye bye, Love!"? Jika Anda pernah berada dalam situasi harus memilih antara meneruskan atau memutuskan hubungan cinta, Anda suatu kali mungkin pernah gamang.
Hubungan yang bermasalah perlu dijernihkan. Kegiatan menjernihkan ini tentunya tak bisa dilakukan sendiri. Mestinya dua belah pihak yang terlibat dalam hubungan itu turut andil, demi kepentingan bersama.
Saya pernah mencoba bertahan dalam sebuah hubungan yang buruk. Saya percaya, hubungan itu akan membaik. Berhasil. Tapi juga tidak selalu berhasil karena masalah baru atau bahkan yang sama muncul lagi. Mencoba bertahan dan memperbaiki. Berhasil. Namun siklus itu terus terjadi. Maka saya memutuskan untuk bertindak. Jika saya terus tingal dalam lingkaran itu, saya akan kembali mengalami hal sama. Maka saya keluar.
Siap tidak siap, sebuah keputusan perlu dibuat.
Saya pernah berpikir sangat sederhana. Ketika di awal sebuah hubungan sudah terlihat sebuah masalah yang berpotensi membesar, maka saya segera mengakhirinya. Tak perlu perduli akan membuat kacau hati pasangan saya. Saya merasa perlu juga menjaga hati saya agar tak terluka.
Telenges itu perlu. Telenges pada pasangan atau calon pasangan. Telenges pada ego saya yang ingin memeliki pasangan. Belum lama, saya seakan mengawali sebuah hubungan baru. Saya merasa sudah jatuh hati. Tapi pasangan yang saya jatuhi tak memberikan respon yang sama. Banyak alasan dibuatnya, yang intinya tak sesuai dengan harapan saya. Kendati ego saya meraung ingin tetap memiliki dia, saya harus bisa memberi toleransi dan batas waktu. Tak bisa perasaan tersakiti dibiarkan berlarut.
Saya perlu bertindak segera. Bangun! Realistik! Beranjaklah dari rasa ingin dicintai!
Biarkan pasangan memiliki hidupnya sendiri meski saya tak diundang di dalamnya. Ini hanya sebuah dampak sebab akibat. Di waktu lalu saya menolak, kali ini saya ditolak.
Bye bye, Love!
Comments