Skip to main content

Selingkuh Itu Indah, Jendral!


6:34 AM 11/23/2006


Satu hal mengusik hati setelah menonton 'Casino Royale'. Bond ternyata lebih menyukai untuk mengencani wanita-wanita yang sudah bersuami. Saya mencoba mengingat film-film bond terdahulu, apakah gejala sama juga terungkap. Di film terbarunya ini, Bond sangat eksplisit mengungkap kegemarannya ini.

Karena Bond adalah jagoan yang kita puja bersama, maka penyimpangan 'kecil' ini kita anggap wajar. Lagi, film Bond tidak mengangkat perselingkuhan sebagai opini moral yang mengambil porsi besar dibandingkan dengan baku hantam dan tembak yang ada di sepanjang film tersebut.

Karena Bond jagoan kita, sangat sulit menghakimi dia sebagai seorang penjahat. Baiklah, saya akan menggeser tokoh dalam tulisan ini kepada wanita yang menjadi teman tidur Bond yang adalah isteri dari seorang gembong penjahat. Mengapa wanita ini berselingkuh?

Penonton berasumsi bahwa wanita tersebut tidak diperlakukan dengan baik oleh pasangannya. Alasan yang sama, tidak diperlakukan baik oleh pasangan juga diamini oleh sebagian besar para pelaku perselingkuhan. Sekedar alasan memang. Bahkan, jikapun pasangan telah memberikan kebaikan dan perlakuan yang baik, perselingkungan tetap saja terjadi.

Cerita-cerita perselingkuhan, pelaku-pelaku perselingkuhan, ada di sekitar kita.

Saya baru mendengar sebuah kisah. Sepasang kekasih yang sudah tinggal bersama, harus berpisah karena salah satu dari mereka memergoki pasangannya sedang berasyik masyuk dengan sahabat dekatnya. Tragis.

Seorang sahabat yang sudah menikah, akhirnya memutuskan berhenti berselingkuh karena memergoki pasangan selingkuhnya berselingkuh dengan orang lain. Lucu.

Sahabat saya yang lain, diputuskan tali persahabatannya oleh salah seorang sahabatnya karena dia menyelingkuhi pasangan sahabatnya itu. Tragis.

Sahabat suatu ketika bisa saja menjadi seorang musuh. Sejumlah kasus melibatkan sahabat sebagai orang yang diselingkuhi pasangan.

Sedemikian sulitnyakah menahan hawa nafsu sehingga dengan mudah, dengan rencana atau tanpa rencana, orang-orang dengan enteng menodai kesetiaan? Hari gini bicara kesetiaan? Eh, jangan salah. Kesetiaan bagi sebagian orang menjadi sangat sakral. Bagi golongan ini, sekali saja pasangannya diketahui melakukan perselingkuhan, dia tak akan pernah mempercayai pasangannya lagi. Namun bagi pelaku peselingkuhan, kesetiaan menjadi wacana mengerikan yang sebaiknya dijadikan garis samar saja.

Kendati demikian, setiap orang memiliki rumusan tersendiri apakah sebuah tindakan bisa dikategorikan perselingkuhan atau bukan. Kawan saya yang sudah beristeri, masih terus mengencani banyak wanita. Katanya, ini sekedar seks. Tanpa hati. Jadi bukan perselingkuhan. Kawan lain yang sudah bersuami, memiliki 'cemceman' yang sudah bersuami. Akunya, dia secara emosi dekat dengan teman prianya itu. Tapi tidak pernah melakukan kegiatan seksual. Kami tidak berselingkuh, kami hanya bersahabat, belanya. Well, sahabat tapi mesra.

So, setidaknya jika kelak saya betul-betul tak bisa berjuang mempertahankan kesetiaan, ada dua opsi yang bisa saya ajukan untuk membuat pembenaran. 'Darling, saya tidak berselingkuh. Yang saya lakukan dengan dia, hanya seks semata,kok...' atau 'Sayang, kami cuma bersahabat. Tidak lebih dari itu..."

Saya tidak bilang kalau saya orang yang sangat setia pada pasangan. Suatu kali saya juga pernah berselingkuh. Selingkuh itu indah, Jendral! Bayangkan, ketika saya sudah memberikan banyak perhatian kepada pasangan namun ketika saya ingin mendapatkan perhatian balik dari dia tapi ternyata tidak mendapatkan, akhirnya ketika ada pihak lain yang dengan murah hati menawarkan perhatian, saya sambut dengan tangan terbuka. Sedikit memberikan pelajaran buat pasangan. Aih, alasan murahan sebetulnya.

Well, biar terkesan fair, saya juga perlu bilang kalau saya juga pernah diselingkuhi.

Begitulah hidup. Tanpa intrik perselingkungan, dunia terlalu membosankan.

Comments

blanthik_ayu said…
selingkuh emang indah, jendral usep! tapi kalo selingkuh ama elo..aih akika tinta mawar lah hai :D kemane aje lu????

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.