Skip to main content

Fortune Teller Wanna Be



Beberapa hari lalu, saya iseng saja mengganti profile pribadi di Friendster. Pada kolom pekerjaan saya isi dengan 'fortune teller'. Tidak ada satu hal pun yang mengingatkan atau yang menghubungkan dengan pekerjaan atau aktifitas ramal meramal sebelumnya. Tiba-tiba saja.

Tak lama, saya mengunjungi alun-alun museum Sejarah. Saya bertemu dan bahkan sempat berbincang sebentar dengan seorang ahli nujum, begitu dia menyebut profesinya. Sempat terpikir untuk meminta jasa dia. Tapi karena saya sedang bersama dua orang sahabat yang sedang terburu-buru, maka niat itu saya batalkan. Tapi orang tua penujum sempat bilang, jika dia hanya bisa meramal atau melihat sesuatu yang sudah lewat.Dia tak mau mendahului kehendak Tuhan. Dengan melihat ke belakang, seseorang bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya untuk masa depan.

Ganti hari, saya diundang menemani seorang sahabat yang sedang makan siang, tak jauh dari kantor. Tak lama, sahabat kami yang lain datang dengan membawa sekotak kartu tarot. Riang gembira saya dan sahabat menyambutnya. Bergiliran kami diramal. Well, puas tak puas, percaya tak percaya, semua pertanyaan dijawab dengan apa adanya sesuai dengan gambar-gambar kartu yang muncul.

Saya kemudian memberanikan diri untuk menterjemahkan sendiri arti dari setiap kartu yang terangkat. Saya kembali ke tempat kerja, dengan membawa kartu tarot pinjaman. Saya menawarkan diri untuk meramal beberapa sahabat lain di tempat kerja.

Semua pertanyaan, dari yang ringan hingga yang berat saya coba jawab dengan sebuah keyakinan bahwa begitulah sepertinya. Mungkin saja saya sok tahu. Ada sebuah lembar petunjuk yang bisa saya lihat untuk berkonsultasi, namun tak saya lakukan. Saya sendiri heran mengapa sya begitu percaya diri. Sambil saya meramal, sahabat lain turut melihat lembar petunjuk itu. Tak terlalu meleset jauh rupanya ramalan saya.

Saya agak heran ketika untuk beberapa pertanyaan dan jawaban tertentu membuat bulu kuduk saya berdiri. Saya tak bisa menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi.

Sesuatu terjadi. Seorang sahabat mengajukan pertanyaan tentang masa depan salah seorang anaknya. Dengan polos saya jawab sesuai dengan kartu yang saya baca, bahwa akan ada sebuah masalah yang berhubungan dengan takdir Tuhan menimpa anak itu. Harapan yang hilang, keabadian, kematian! Tentu saja saya tak mau sahabat saya terganggu dengan ramalan saya. Lalu kartu dikocok lagi, pertanyaan sama diajukan lagi. Masya allah, kartu serupa muncul! Jawaban sama kembali terulang. Begitukah?

Dalam hati, saya ingin lebih dalam mempelajari tarot. Saya percaya, beberapa kejadian akhir-akhir ini yang berhubungan dengan urusan ramal meramal memang sebuah pertanda.

Ada yang mau daftar untuk diramal?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.