Skip to main content

H5N1 di Bogor


Saya belum tahu apakah pernah ada kasus flu burung di daerah Bogor.

Akhir pekan lalu saya mengunjungi orang tua di Bogor. Meskipun di rumah orang tua saya sudah bebas unggas [terpaksa karena kuatir flu burung], saya menyaksikan tetangga di sekitar rumah masih banyak yang memelihara ayam. Ayam-ayam tersebut bahkan banyak yang bermain di halaman rumah orang tua saya. Membuat saya sangat kuatir.

Karena sejauh ini ayam-ayam para tetangga itu terlihat sehat, saya maklum jika tetangga masih mempertahankan untuk memelihara ayam-ayam itu. Mereka belum melihat urgensinya. Bagi mereka, memelihara ayam selain hobi, bisa juga dianggap investasi. Ayam-ayam itu akan dijual atau dipotong hanya jika ada acara besar. Seperti lebaran atau pesta. Sayang, para tetangga ini tidak mengurung ayamnya di kandang.

Saya rasa pemandangan serupa bisa ditemui di mana saja. Pemelihara ayam membiarkan ayamnya berkeliaran di luar kandang.

Maka sebaiknya memang perlu campur tangan pemerintah daerah untuk mengibarkan instruksi pemusnahan unggas non komersil. Sebelum terlambat. Jika instruksi ini disosialisasikan dengan baik, saya percaya masyarakat Bogor akan sangat mengerti dan melakukannya. Tanpa perlu meminta uang pengganti misalnya. Seperti kampanye yang dilakukan oleh Gubernur Sutiyoso di Jakarta yang dianggap berhasil bisa menggerakkan massa. Asal jangan seperti di Banten, instruksi tanpa sosialisai.

Jika kegiatan ini dilakukan sebelum flu burung merebak, maka biaya pembelian vaksin pun bisa ditiadakan.

Comments

Anonymous said…
Hello Suhud, (previously incarnated as Rajasawardhana)

Many of us in the West, are trying our best to get as much real time news as possible, regarding the Bird Flu virus, from Indonesia and the rest of that region.

Even though our site has an increasing number of Indonesian readers, yet for the visitors to our site from Europe, Australia, Singapore, India and the US, it would be great if you could also include an English translation, of any of your blogs that are related to the Bird Flu.

It would be very kind indeed, if you could do that.

We have today added the "H5N1Di Bogor" entry of your blog, to The-Best-Bird-Flu-Blogs section of our site.

JM

The-Best-Bird-Flu-Blogs-Team

www.birdflubreakingnews.com

Gathered by Bots, Selected by Humans.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.