Skip to main content

Polis dihanguskan sepihak oleh perusahaan asuransi

Apa jadinya jika anda pemegang polis dari sebuah perusahaan asuransi lalu sesuatu terjadi menimpa Anda, Anda atau ahli waris anda mengajukan klaim tapi ternyata polis anda sudah dihanguskan secara sepihak oleh perusahaan asuransi tersebut?

Pengalaman demikian menimpa saya. Tapi, syukurlah, tidak ada satu kejadian pun yang membuat saya merasa perlu mengajukan klaim. Saya pemegang polis dari perusahaan asuransi tsb sejak beberapa tahun lalu dengan sistem pembayaran per tiga bulan, debit langsung melalui kartu kredit.

Kasus ini baru terbongkar sekitar seminggu lalu. Saya penasaran dengan salah satu polis yang saya miliki lalu saya hubungi customer service. Menurutnya, polis saya sudah dihanguskan. Saya kaget. Alasan mereka, kartu kredit yang biasa digunakan untuk membayar premi, telah berganti. Menurut salah satu klausal pada polis, memang tercantum bahwa polis akan dibatalkan jika pemegang polis tidak membayar premi dalam kurun waktu tertentu.


Hal yang membuat saya protes: pergantian kartu kredit adalah wajar dan dialami oleh hampir seluruh pemegang kartu. Bahwa batas umur kartu dan kemudian saya mendapatkan kartu baru dengan nomor baru adalah bukan kuasa saya. Mestinya pihak asuransi sudah memahami situasi tersebut. yang saya sesalkan, mengapa pihak asuransi tak melakukan konfirmasi dahulu kepada pemegang polis sebelum menghanguskan polis?

Saya sudah mengajukan surat protes terhadap perusahaan asuransi tsb sejak minggu lalu namun belum mendapatkan tanggapan serius.

Sambil menunggu respon dari perusahaan asuransi, saya tak sebutkan namanya dulu.


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.