Skip to main content

Casualties in Tarot Reading

Sejak saya berakrab-akrab dengan kartu tarot, hampir setiap hari saya mempraktekkannya. Dengan sahabat, tetangga, bahkan orang yang belum kenal sekali pun. Hal ini saya lakukan supaya saya bisa meningkatkan keahlian dan mendapat banyak pengalaman. Beberapa pihak menyarankan agar saya lebih mengasah kemampuan agar bisa jadi profesional. Saya bergidik. Belum bisa membayangkan.

Sejauh ini, rupa-rupa kesan dan reaksi orang setelah diramal. Ada yang tidak percaya ketika diramal tentang cinta, lalu minta diulang. Eh, setelah diulang, kartu dan pola yang sama muncul lagi. Sekian hari kemudian bertemu lagi, minta diramal ulang dan hasilnya sama! Saya sendiri heran, lalu makin percayalah dengan keajaiban tarot.

Seorang sahabat menanyakan keadaan anaknya. Dengan beberapa kartu saya tahu bahwa anaknya sedang dalam masalah. Ternyata benar, anak dari sahabat saya itu sedang sakit parah sudah memasuki bulan ketiga.

Seorang pria pekerja salon yang belum saya kenal minta diramal jodohnya. Saya bilang dia masih single, padahal menurutnya dia justeru sedang seru-serunya berpacaran. Saya nyaris habis kata-kata karena diliputi 'kekeliruan'. Mana saat itu sedang ditonton banyak orang. Saya tak habis akal, saya coba dengan menggali kartu berikutnya. Saya masih merasa yakin bahwa orang itu masih single dan dalam kurun waktu panjang masih akan lama mendapatkan pasangan yang diharapkannya. Tak sampai lama kebingungan saya, salah seorang teman orang itu berbisik. Barulah saya paham. Selama ini konsep 'jodoh' di kepala saya adalah hubungan antara perempuan dan pria. Sementara kasus yang menimpa orang itu, dia bicara tentang perempuan yang diharapkan menjadi jodohnya, padahal saat ini ia sedang pacaran dengan seorang pria!

Saya juga jadi tahu rahasia-rahasia yang disembunyikan.

Saya hampir bisa memastikan bahwa kartu-kartu tertenu hanya muncul untuk pertanyaan tertentu. Misalnya, kartu yang melambangkan hati dan pecinta, hanya akan muncul pada pertanyaan soal cinta. Sampai suatu ketika, sebuah kartu Lovers muncul pada pertanyaan karir ketika saya membacakan tarot untuk sahabat lama.

Saya heran. Jarang kejadian (terutama karena saya belum begitu lama memegang tarot). Saya langsung menyimpulkan bahwa mungkin dia punya hubungan asmara di kantor atau dengan seseorang yang berhubungan dengan pekerjaannya. Sahabat saya bengong, menyangkal, lalu buru-buru mengalihkan pertanyaan. Yang saya tahu, dia sudah berkeluarga. Tak lama dari peristiwa ramalan itu, saya mendapat kabar bahwa benar sahabat saya itu memiliki pria idaman lain.





Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.