Skip to main content

I'm Back and Alive!

Saya sempat berpikir mungkin saya tak akan pernah menulis atau bahkan melihat blog ini lagi! Malaria membuat saya 'melihat kematian dari jarak yang sangat dekat' [setidaknya, menurut halusinasi yang saya alami]. Alhamdulillah, saya bisa sehat kembali. Bisa hadir kembali, bisa membuka blog ini lagi, dan menulis sesuatu lagi...

Ketika saya jauh dari keluarga, ketika sakit menderita, siapa yang saya harapkan bantuannya? Seorang sahabat. Satu saja saya kira ,sudah cukup, sekedar mengantar saya ke rumah sakit. Namun saya dapatkan justeru samudra sahabat. Tenaga, kehangatan, dukungan, doa, meteri, dan segala bentuk pengorbankan yang luar biasa besarnya dari mereka, orang-orang yang sama sekali tak pernah saya harapkan dan mungkin bayangkan akan berbuat begitu banyak dan besar bagi saya. Allah Mahapenyayang. Dia kirimkan cinta dan kasih sayangNya melalui apapun bentuknya dari sahabat-sahabat saya. Saya sangat beruntung.

Saya pernah berpikir, hilang sahabat satu, akan tumbuh seribu. Namun saya keliru besar. Mungkin saya rasa sekarang adalah 'mati satu sahabat, pun mati seribu'. Tak lagi saya biarkan apapun yang dapat mengoyak silaturahmi persahabatan saya dengan mereka. Kebaikan yang mungkin saya tanam sebiji sawi, rupanya telah saya tuai berton kebaikan. Luar biasa. Mereka adalah harta karun terbesar.

Bahagia, haru. Betapa indah persahabatan kita. Betapa tak saya duga limpahan kasih sayang yang saya terima. Terimah kasih, Allah, telah Kau hadiahi sahabat-sahabat terbaik. Mereka adalah berlian, keutamaan. Berdosa rasanya menelentarkan sahabat dalam kesusahan. Karena kita memang seharusnya ada dalam senang dan tidak senang.

Sahabat-sahabat,

Kehangatan kalian telah mengantar saya ke kesembuhan. Tak sekedar sembuh fisik, namun juga skikis. Karena ternyata selama ini saya 'sakit jiwa'. Bersyukur telah terselamatkan.

Semoga kekal persahabatan kita. Betapa besar artinya ini bagi saya, sesuatu yang tak akan pernah bisa tergantikan oleh sejarah panjang manapun. Karena kita adalah udara bagi yang lain. Karena kita adalah air dan api dan pegas. Karena kita adalah daun dan akar dan keingintahuan. Karena kita adalah kepak-kepak burung, debur gelombang, dan sejuk pegunungan.

Akan ada sahabat di mana saya ada, saya harap. Kapan pun.

Terima kasih, sahabat.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.