Skip to main content

Kontak Jodoh: Siapa Minat?


Membuka Kompas akhir pekan, mata saya tertuju pada halaman Kontak Jodoh. Iseng-iseng membaca satu per satu iklan yang terpasang. Saya tersenyum sendiri, membayangkan jika saya memasang iklan diri di halaman itu.

Jadi ingat sejumlah sahabat. Salah satu pertanyaan favorit dari mereka yang saya ramal dengan kartu tarot adalah perihal percintaan dan jodoh. Setiap orang memiliki path yang berbeda, tentunya. Ada yang begitu jelas, ada yang samar. Mungkin begitu kejadiannya atau karena faktor konsentrasi saya saat itu.

Kontak jodoh bisa menjadi salah satu alternatif jitu mendapatkan pasangan. Entah kita yang mengiklankan diri ataupun kita yang menghubungi pengiklan. well, hingga saat ini, dua hal barusan belum terpikir di benak saya.

Iklan berikut barangkali sesuai dengan Anda yang pria:
Gadis Sunda-Jawa, 32, 157/44, Islam, d-3, karyawati, putih, sederhana, mandiri, komunikatif, penyayang, pengertian, perhatian, humoris, apa adanya, sehat jasmani rohani, senang wisata, baca, musik, siap nikah, Bandung.

Menginginkan jejaka, 32-40 th, 165/seimbang, Islam, min d-3, kerja tetap/PNS/wiraswasta/mapan, mandiri, sabar, jujur, setia, tanggung jawab, wawasan luas, supel, komunikatif, pernyayang, pengertian, humoris, sehat jasmani rohani, tidak judi/miras/narkoba, menerima apa adanya, serius, siap nikah.
Hmm, gue banget.

Nah, yang berikut ini barangkali cocok buat Anda yang perempuan:
Jejaka Jawa, 32, 172/60, Islam, S-1, wiraswasta, stia, jujur, sabar, tanggung jawab, pengertian, perhatian, penyayang, terbuka, humoris, sehat jasmani rohani, tidak merokok/miras/judi/narkoba, senang olah raga, wisata, serius, solo.

Mengharapkan gadis, maks 32, min 155/seimbang, Islam, min d-3, sederhana, keibuan, jujur, setia, tanggung jawab, pengertian, perhatian, sehat jasmani rohani, serius, siap nikah.
Saya mesti tarik nafas sejenak. Hhh, begini mungkin rasanya, ketika niat untuk serius menikah ada namun pasangan belum ada. Ada sejumlah iklan Kontak Jodoh dari minggu ke minggu, sepertinya terlihat para pemasasang iklan mayoritas adalah perempuan. Saya melihat agresifitas perempuan layak diacungi jempol. Keidealan fisik masih menjadi syarat penting, termasuk juga pendidikan. Hampir semua pengiklan menyatan serius dan siap nikah!



[Foto seorang penjaga Fort Santiago di kawasan tua Intramuros, Metro Manila. Desember, 2006]

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.