Skip to main content

Premonition



Jika Anda pernah menonton Time Machine (Guy Pearce: 2002), mungkin Anda masih ingat bagaimana perjuangan seseorang yang ingin menghindarkan datangnya takdir (kematian) bagi orang ia cintai. Jika Anda pernah menonton Vanila Sky (Tom Cruise, Cameron Diaz, Penelope Cruz: 2002) atau Deja Vu (Denzel Wahington: 2006), dengan style seperti itulah film ini bercerita.

Membingungkan karena alur cerita tak mengalir dengan wajar. Namun sekian menit ketika sudah terbiasa, penonton akan keasyikan mengumpulkan serpihan puzzle untuk merangkai keutuhan cerita.

Tak banyak orang diberi kesempatan untuk tahu kapan sesuatu yang bernama 'kematian' akan datang menjemput. Entah kematian sendiri atau orang yang kita cintai. Sandra Bullock salah seorang yang beruntung (atau tidak?) itu. Kejadian acak yang dia alami setiap bangun pagi, sungguh membingungkan dia. Namun in tak berlama-lama bingung setelah ia sadari bahwa pengalaman yang ia dapati adalah sebuah premonition. Maka ia mulai mengumpulkan energi untuk memperbaiki segala sesuatu yang tampak tak beres, sebelum orang yang ia cintai benar-benar 'berpulang'. Bahkan ia mencoba mengelabui agar kematian itu tak sungguh-sungguh datang.

Ketika ia mulai percaya bahwa yang ia kuatirkan bisa dihindari, kenyataan bicara lain.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.