Skip to main content

Saya Kehilangan Ribuan File Foto


Anda pernah kehilangan file foto digital? Banyakkah? Berarti banyakkah foto-foto tersebut? Bagaimana perasaan Anda?

Suatu ketika, imlek. Saya membawa sejumlah sahabat untuk saya jadikan model di sebuah vihara tua. Saya merasa puas dengan hasilnya. Mistis dan sangat sakral. Tiba di rumah, saya pindahkan ke laptop. Sehari setelah itu, saya berangkat ke luar kota. Laptop saya bawa. Adalah kebiasaan saya untuk kemudian memindahkan semua file ke dalam CD. Setiba di kota tujuan, saya pindahkan file-file foto model di vihara itu ke CD. Burn the file, check

the CD, erase the file, then kosongkan trash bin. Langkah ini say ambil karena pada waktu itu laptop yang saya punya adalah laptop tua yang memory-nya sangat terbatas.

Karena filenya besar, membutuhkan lebih dari satu CD. Hasil burn CD pertama ok, setelah saya check juga ok.Begitu juga dengan CD kedua. Namun setelah beberapa lama semua file saya hapus, saya merasa ada sesuatu yang salah. Saya chek kedua CD. Masyaallah. Rupanya saya telah menyalin satu file ke dalam dua CD. Sementara file kedua tak sempat tersalin. Padahal file sudah saya hapus semua. Setiba di Jakarta, saya minta tolong seorang sahabat untuk melayak file-file tersebut agar bisa diselamatkan. Rupanya gagal. Lagian, software penyelamat file kala itu belum secanggih saat ini.

Pengalaman kedua, terjadi pada file foto pasangan calon pengantin. Klien saya memilih Kebon Raya Bogor untuk lokasi pemotretan. Ada beberapa titik yang kami pilih bersama. Pertama, di atas jembatan gantung. Jembatan merah ini memang sangat legendaris dan menjadi salah satu ciri khas kawasan wisata ini. Setelah itu baru berkeliling dari satu tempat ke tempat lain.

Seperti biasa, setelah memotret beberapa shot, saya akan tunjukkan kepada klien. Kami berdiskusi perihal ekspresi, pose, dan bahasa tubuh. Bahkan ketika istirahat makan siang, saya masih menunjukkan semua hasil foto dari awal hingga akhir. Karena mendesak, setiba di rumah, saya mulai mengedit foto satu per satu.

Ketika siap saya salin ke CD, saya heran mengapa file cuma sedikit. Satu per satu foto saya chek lagi. Ah, ada sebagian foto tak ada! Saya kemudian memeriksa memory card. Siapa tahu ada yang tak sempat tertransfer. Tidak ada juga. Saya tertegun. Saya sering mendengar tentang kejadian-kejadian aneh di sekitar Kebon Raya Bogor. Saya nyaris tak percaya jika hal ini menimpa saya juga. Semua foto yang diambil di atas jembatan gantung merah raib tak berbekas!

Pengalaman terakhir, terjadi beberapa hari ini. Saya melakukan trip ke Philippines akhir tahun lalu. Semua file foto masih saya simpan di laptop. Setiap kali berniat saya pindahkan ke CD, berjuta alasan menghalangi. Hingga suatu hari ketika saya merasa file foto ini sudah menyempitkan memory laptop, saya bersiap melakukannya. Yang terjadi berikutnya, saya terbengong pilu karena file foto-foto perjalanan ke negara beribukota Manila itu telah lenyap. Saya lacak di trash bin (siapa tahu terhapus) juga tak ada. Saya lakukan file searching juga tak membuahkan hasil. Pasrah, saya tak juga mencarinya dengan bekerja keras. Biarlah.

Trip ke Philippines itu selalu saya sebut perjalanan spiritual melintasi berbagai keyakinan. Banyak pengalaman bathin saya dapatkan di sana. Tiga bulan setelah saya tiba di tanah air, saya mengalami 'qobal maut antal maut'. Pada peristiwa ini, saya seolah mendapatkan jawaban atas berbagai kesangsian atas keimanan saya.

Begitulah. Jika seperlunya foto-foto tersebut pergi, pergilah. Tokh saya mendapat kemenangan lain.

Comments

Anonymous said…
wah ternyata dunia potret memotret banyak juga menyerempet hal yg mistis :D

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.