Skip to main content

Fraud: Mr. John Paul


Setelah tak berhasil menipu seolah-olah saya memenangkan sebuah lotre, kali ini penipu (entah pihak yang sama atau pihak lain) mencoba gaya lain. Masih dengan modus operandi sama, berkirim email.

Namun sekarang, penipuan ini sepertinya emang sengaja didedikasikan untuk orang Indonesia. Hati-hati jika Anda menerima email serupa berikut:

FROM: MR. JOHN PAUL

TEL: +27-83-5852071

EMAIL:johnfnb_20@yahoo.ca

GOOD DAY,

I am Mr. John Paul working in department of fund released order in First National Bank of South Africa, East Gate Branch, I know the letter might come to you as surprise, but take it like your own deal.

Mr. IMAN AJI SASMITO, from INDONESIA executed contract through Department of Work and Housing here in South Africa, the contract worth of USD12, 550,000.00 Million Dollars, but on the process of transferring the money to him, as you know that thousand of people have died after a violent earthquake under the sea near northern Indonesia he died with his family in Tsunami disaster that occurred recently, we involve you to authenticate this claim.

Meanwhile, his money has been signed for payment in my office before I will give order to the bank for final endorsement of his money.

Nobody knows what is going on except my assistance and me. This is the man’s information.

Contract Sum: USD12, 550,000.00 Million Dollars.
Contract number: FMA/FMF/3-X99/2003.
Payment Approval Nominal Code: will be given to your upon your response to partake.

You will act like the beneficiary of this money; I will give you more information about the transaction

I wait for your urgent reply

Best regards,
Mr. John Paul
N/B doesn’t forget to include your direct telephone/fax number. FROM: MR. JOHN PAUL.

Comments

Goth80s said…
Modus penipuan kayak gini udah lama. Cara dia nipunya nanti dia minta kirim uang ke rekening, dll dia dg alasan bank account dia dicekal... Kentara banget lah kalo nipu. Heran, pernah baca di koran masih ada juga org yg termakan.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.