Seorang sahabat mampir ke kantor saya dengan membawa bayi yang baru dua bulan dilahirkannya. Saya sempat menggendong-gendong bayi tersebut. Ah, sudah lama saya tidak bergaul dengan makhluk bernama bayi. Saya punya adik, punya keponakan. Di luar hubungan itu jarang saya terlibat dalam pengasuhan bayi.
Saya masih SD dan mendapat amanah untuk mengasuh adik balita. Sudah sore, saatnya semua orang pergi ke sungai dekat rumah untuk mandi. Saat itu ai masih bersih dan lebar. Saya mengajak adik saya itu. Setelah selesai mandi, saya membungkus badan adik saya dengan bungkus dengan model bedong dimana kedua tangannya rapi masuk di dalam handuk. Saya tak membiarkan adik saya berjalan karena biasanya lama sekali hingga tiba di rumah.
Adik saya dudukkan mengangkang di punggung seperti layaknya saya memakai ransel, sementara tangan saya mengikat kuat kedua kakinya. Saya belum jauh berjalan, saya mendapati adik saya terjungkal ke belakang. Jika membawa ransel bisa nyaman di punggung karena ada talinya yang saya kaitkan ke pundak. Nah, adik saya itu karena kedua tangannya saya bedong, tak sempat memiliki pegangan ke badan saya. Saya lupa bagaimana adik saya bisa selamat ke posisi aman.
Lain waktu ketika saya masih duduk di sekolah lanjutan atas, saya kebagian mengasuh seorang keponakan. Sementara ibu dan bapaknya bekerja, bayi diasuh oleh seorang tetangga. Namun jika yang bersangkutan sedang berhalangan, saya bisa kena jatah. Suatu hari, saya membuatkan ayunan dari kain lebar yang saya ikat pada dahan pohon belimbing. Di sekitar pohon, menyemak tanaman perdu yang dibuat taman oleh Ibu saya. Sambil saya membaca buku-buku kegemaran, saya akan tinggalkan bayi itu dalam ayunan. Jika menangis saya hanya mengayunkannya sebentar, sang bayi akan diam lagi.
Rumah saya di tepi jalan yang sibuk lalu lintasnya. Meskipun berhalaman luas, tapi pagar pembatas rumah tak memiliki pintu. Saya masuk ke dalam rumah sebentar untuk mengambil air minum. Terperanjat ketika ayunan mengayun ringan tertiup angin. Sejenak jantung saya berhenti berdetak. Secepat mungkin saya lari ke luar halaman. Menurut saya, jika pun ada penculik yang mengambil si bayi, masih akan terlihat dan saya masih akan bisa menyelamatkan keponakan saya itu.
Jalanan sunyi. Tak ada yang melintas. Saya memeriksa ayunan. Bayi itu memang telah lenyap! Jantung saya berdetak kencang. Tak ada orang di rumah. Saya panik, apa yang harus saya lakukan? Terbayang betapa nasib bayi itu jika ternayta diculik. Terbayang betapa sedih dan marahnya pasangan kakak saya pemilik bayi itu. Otak saya buntu. Saya tak lagi bisa berpikir. Menunggu orang tuanya pulang, masih hitungan jam lagi.
Ketika saya nyaris frustasi, saya melihat lembaran daun gajah bergoyang lebih keras dari pada daun-daun lain yang tertiup angin. Perlahan saya memeriksa.Masya Allah, ternyata keponakan saya tersuruk di antara semak-semak! Kok, ngga pake menangis?
[Image: Tiara Lestari hamil 6 bulan]
Comments