Sangat baik bahkan. Saya menganjurkan agar semua orang sering-sering bergunjing. Melihat kesalahan orang lain lalu membperbincangkannya: pagi, siang, sore. Di rumah, di kantor, di arisan, di beranda mesjid, di atas kereta, di cafe, di mana-mana.
Bergunjing itu nikmat. Ya, kita bisa jauh dari stress karena menggunjingkan orang lain, membuat urat-urat di sekujur tubuh kita relaks, termasuk urat syahwat yang sering datang tiba-tiba itu.
Seorang sahabat menelpon suatu pagi. Awalnya bertanya tentang rencana week end saya kemana. Rupanya, pertanyaan itu sekedar basa-basi. Karena setelah itu, berita tentang perselingkuhan dua sahabat saya yang lainlah yang makan porsi. Hampir satu jam obrolan itu berlangsung. Dan saya sangat enjoy mendengarkannya. Mengetahui keburukan orang lain, siapa tak senang?
Dari satu sahabat ke sahabat lain, saya mendapatkan bahan gunjingan. Ada yang pasti terlihat benarnya, ada yang buram. Namun tetap saya dengarkan juga. Buat hiburan Lumayan, kan?
Ah, ternyata. Sahabat dari sahabat saya itu sempat mau bunuh diri ketika kasus hamil sebelum nikahnya ramai digunjingkan orang lain. Menjadi beban karena dia seorang selebritis.
Ah, ternyata. Pak Gubernur yang gagah perkasa itu memiliki seorang simpanan. Yang membuat kaget, simpenannya seorang pria muda. Ah, masa', sih?
Ah, sahabat saya itu hutangnya segunung. Tagihan kartu kreditnya tiap bulan beramplom-amplop dari sejumlah bank. Sementara ia pinjam juga dari sahabat kiri kanannya.
Ah, ah, ah.
Sering mendengarkan gunjingan, membuat saya kuatir jadi bahan gunjingan. Tentulah, saya punya banyak kekurangan. Lalu saya berkaca, introspeksi. Apa kekurangan saya? Adakah cela yang bisa menjadi bahan gunjingan? Apa saya kurang dermawan? Apakah gaya berpakaian saya kampungan? Cara berjalan saya yang kurang gagah? Ukuran penis saya yang tak sebesar milik Mike Tyson? Bentuk wajah saya yang tidak simetris? Intelektual saya yang jongkok?
Bergunjing itu baik. Jika kemudian kita refleksikan segala cela dan kekurangan orang lain tidak terjadi pada kita. Orang lain yang kita gunjingkan ternyata adalah pelit, maka kita jangan pelit. Orang lain yang kita bincangkan nyinyir, kama kita jangan nyinyir. Orang lain yang kita omongkan ternyata kurang adil, maka kita harus adil.
Begitulah. Maka saya mengambil pelajaran dari gunjingan yang saya dengar. Agar diri saya tidak seperti orang yang digunjingkan.
Namun, ya, Allah. Sesungguhnya saya tak mau dekat-dekat dengan orang yang
suka bergunjing. Karena sebenar-benarnya saya belumlah bisa menjauh dari
sumber-sumber gunjingan yang menghibur hati. Maka ya, Allah. Matikan rasa
kenikmatan di hati saya ketika mendengar gunjingan.
Comments