Apa, sih, ukuran kadaluarsa bagi seorang perempuan?
Ingat cerita Paramitha Rusady ketika mengalami krisis saat melahirkan bayi pertamanya? Kejadian yang dialaminya seolah memperkuat kekuatiran kalangan medis bahwa melahirkan di usia senja sangatlah beresiko terhadap keselamatan. Maka, buat perempuan, jangan tunda perkawinan! Lalu kalau pasangannya tidak ada, bagaimana? Pertanyaan lain akan muncul: tidak ada pasangan atau sibuk memilih? Sengaja menunda atau pasangan yang sulit diajak berkomitmen?
Perkara sederhana. Namun EKI Dance Company yang menampilkan teater musikal ini bicara kelewat lebar. Imajinasi bumbu cerita menjadi over dosis. Ms. Kadaluasa sungguh jenaka, menghibur, dan sedikit cabul. Entah bagi yang lain. Saya merasa tertawa sendiri di setiap banyolan kata dan gerak para pemain. Kemana yang lain? Padahal kursi nyaris terisi penuh. Asumsi saya sebelum acara dimulai yang sempat memperhatikan para pengunjung lain, bahwa penonton malam itu bukanlah penonton yang biasa mengunjungi Gedung Kesenian Jakarta. Attitude code yang janggal. Namun saya jadi maklum ketika tahu bahwa separuh dari penonton adalah bawaannya Cagub Adang Dorodjatun.
Jika Anda sering memanjakan mata Anda dengan tontonan teater, seperti juga saya, mungkin Anda akan merasakan bahwa blocking panggung baik pemain maupun properti, kurang ditata secara fotogenik. Pemain dan properti sering menumpuk di satu titik sementara bagian panggung lainnya kosong melompong.
Tata lampu bisa dikata hebat. Namun sering kecolongan dengan memberi cahaya berlebihan pada spot tertentu tanpa arti penting. Sementara center stage yang sedang berlakon malah dibiarkan dalam 'kegelapan'. Tata lampu, sangat penting untuk mengkomunikasikan mood cerita. Hal yang mengganggu lainnya adalah, terlalu kuat dan menonjolnya peran-peran yang dibawakan oleh pendukung cerita. Meskipun mereka muncul sekilas-sekilas, namun justeru paling kuat menarik perhatian penonton.
Ada dua catatan lain yang menurut saya lucu, di luar lakon dan panggung. Pertunjukan ini didukung oleh Femina Group, sebagai media partner. Namun ada dua icon MRA Group yang justeru jadi tokoh sentral, yaitu Ully Herdinansyah dan Sarah Sechan. Dari Femina hanya diwakili oleh Ira Duaty yang pernah menjuarai Wajah Femina di tahun 90-an. Hal kedua, pertunjukan ini disumbang oleh tim sukses Adang Daradjatun. Sementara tokoh utama drama musikal ini bernama Fauzi. Di ruang tunggu, wajah Sarwono yang pernah menjadi bintang tamu pada pagelaran bulanan Kabaret Jo [masih produksi EKI Dance Company], tampil tak putus-putus pada video promo. Sebuah kebetulan?
Ingat cerita Paramitha Rusady ketika mengalami krisis saat melahirkan bayi pertamanya? Kejadian yang dialaminya seolah memperkuat kekuatiran kalangan medis bahwa melahirkan di usia senja sangatlah beresiko terhadap keselamatan. Maka, buat perempuan, jangan tunda perkawinan! Lalu kalau pasangannya tidak ada, bagaimana? Pertanyaan lain akan muncul: tidak ada pasangan atau sibuk memilih? Sengaja menunda atau pasangan yang sulit diajak berkomitmen?
Perkara sederhana. Namun EKI Dance Company yang menampilkan teater musikal ini bicara kelewat lebar. Imajinasi bumbu cerita menjadi over dosis. Ms. Kadaluasa sungguh jenaka, menghibur, dan sedikit cabul. Entah bagi yang lain. Saya merasa tertawa sendiri di setiap banyolan kata dan gerak para pemain. Kemana yang lain? Padahal kursi nyaris terisi penuh. Asumsi saya sebelum acara dimulai yang sempat memperhatikan para pengunjung lain, bahwa penonton malam itu bukanlah penonton yang biasa mengunjungi Gedung Kesenian Jakarta. Attitude code yang janggal. Namun saya jadi maklum ketika tahu bahwa separuh dari penonton adalah bawaannya Cagub Adang Dorodjatun.
Jika Anda sering memanjakan mata Anda dengan tontonan teater, seperti juga saya, mungkin Anda akan merasakan bahwa blocking panggung baik pemain maupun properti, kurang ditata secara fotogenik. Pemain dan properti sering menumpuk di satu titik sementara bagian panggung lainnya kosong melompong.
Tata lampu bisa dikata hebat. Namun sering kecolongan dengan memberi cahaya berlebihan pada spot tertentu tanpa arti penting. Sementara center stage yang sedang berlakon malah dibiarkan dalam 'kegelapan'. Tata lampu, sangat penting untuk mengkomunikasikan mood cerita. Hal yang mengganggu lainnya adalah, terlalu kuat dan menonjolnya peran-peran yang dibawakan oleh pendukung cerita. Meskipun mereka muncul sekilas-sekilas, namun justeru paling kuat menarik perhatian penonton.
Ada dua catatan lain yang menurut saya lucu, di luar lakon dan panggung. Pertunjukan ini didukung oleh Femina Group, sebagai media partner. Namun ada dua icon MRA Group yang justeru jadi tokoh sentral, yaitu Ully Herdinansyah dan Sarah Sechan. Dari Femina hanya diwakili oleh Ira Duaty yang pernah menjuarai Wajah Femina di tahun 90-an. Hal kedua, pertunjukan ini disumbang oleh tim sukses Adang Daradjatun. Sementara tokoh utama drama musikal ini bernama Fauzi. Di ruang tunggu, wajah Sarwono yang pernah menjadi bintang tamu pada pagelaran bulanan Kabaret Jo [masih produksi EKI Dance Company], tampil tak putus-putus pada video promo. Sebuah kebetulan?
Comments