Sabtu sore, saya pulang tanpa alas kaki.
Ada sebuah appointment di sebuah plaza. Sudah masuk waktu ashar ketika pertemuan selesai da saya berpisah dengan seorang supplier yang juga sahabat saya itu. Antara ingin pulang cepat atau bersembahyang di mushola plaza itu. Karena saya memang ingin pulang cepat, saya memilih pulang. Namun pikiran saya berubah.
Saya akhirnya memutuskan untuk bersembahyang di sebuah mushola tak jauh dari plaza. Mushola ini berada di halaman sebuah gedung perkantoran. Ada beberapa orang yang duduk-duduk di teras, satu orang sedang sembahyang, satu orang sedang membaca Al Quran. Tanpa kekuatiran apa-apa, saya bersembahyang.
Saya tertegun ketika mendapati sepatu saya tak lagi ada di tempatnya. Saya berkesimpulan cepat bahwa seseorang baru saja mencuri sepatu saya. Saya melapor ke penjaga parkir di sana. Kemudian pulang, tanpa alas kaki. Ada-ada saja. Dalam perjalanan pulang, saya bernostalgia dengan sepatu kanvas warna krem yang jarang saya pakai itu, yang saya dapat di sebuah distro di dekat jalan Bumi walaupun saya yakin amat kalau sepatu itu bukan buatan lokal, tempat-tempat yang pernah saya kunjungi dengan memakai sepatu itu, hingga detik-detik terakhir saya bersamanya.
Saya teringat dengan sepasang sepatu Puma yang saya beli beberapa tahun lalu. Sangat casual, saya suka sekali. Sekitar dua bulan dari tempo saya belanja sepatu itu, saya bertukar kendaraan dengan seorang kerabat. Saya sangat yakin, saya menyimpan sepatu itu lengkap dengan dusnya di bagasi. Satu hal yang saya tahu, kerabat saya itu menerima saudara-saudaranya yang lain mengunjungi sebuah tempat.
Ketika kendaraan saya kembali, saya menemukan dus Puma kosong tanpa isi di dalamnya! Saya hanya bisa mengurut dada. Tak mau ribut. Berapa juga harga sepatu itu dibandingkan dengan perselisihan yang mungkin timbul gara-gara itu.
Sahabat saya waktu SMA, lain lagi ceritanya. Ia kehilangan sepatu ketika sedang mengapeli pacarnya. Pulang pakai sendal jepit.
Ada sebuah appointment di sebuah plaza. Sudah masuk waktu ashar ketika pertemuan selesai da saya berpisah dengan seorang supplier yang juga sahabat saya itu. Antara ingin pulang cepat atau bersembahyang di mushola plaza itu. Karena saya memang ingin pulang cepat, saya memilih pulang. Namun pikiran saya berubah.
Saya akhirnya memutuskan untuk bersembahyang di sebuah mushola tak jauh dari plaza. Mushola ini berada di halaman sebuah gedung perkantoran. Ada beberapa orang yang duduk-duduk di teras, satu orang sedang sembahyang, satu orang sedang membaca Al Quran. Tanpa kekuatiran apa-apa, saya bersembahyang.
Saya tertegun ketika mendapati sepatu saya tak lagi ada di tempatnya. Saya berkesimpulan cepat bahwa seseorang baru saja mencuri sepatu saya. Saya melapor ke penjaga parkir di sana. Kemudian pulang, tanpa alas kaki. Ada-ada saja. Dalam perjalanan pulang, saya bernostalgia dengan sepatu kanvas warna krem yang jarang saya pakai itu, yang saya dapat di sebuah distro di dekat jalan Bumi walaupun saya yakin amat kalau sepatu itu bukan buatan lokal, tempat-tempat yang pernah saya kunjungi dengan memakai sepatu itu, hingga detik-detik terakhir saya bersamanya.
Saya teringat dengan sepasang sepatu Puma yang saya beli beberapa tahun lalu. Sangat casual, saya suka sekali. Sekitar dua bulan dari tempo saya belanja sepatu itu, saya bertukar kendaraan dengan seorang kerabat. Saya sangat yakin, saya menyimpan sepatu itu lengkap dengan dusnya di bagasi. Satu hal yang saya tahu, kerabat saya itu menerima saudara-saudaranya yang lain mengunjungi sebuah tempat.
Ketika kendaraan saya kembali, saya menemukan dus Puma kosong tanpa isi di dalamnya! Saya hanya bisa mengurut dada. Tak mau ribut. Berapa juga harga sepatu itu dibandingkan dengan perselisihan yang mungkin timbul gara-gara itu.
Sahabat saya waktu SMA, lain lagi ceritanya. Ia kehilangan sepatu ketika sedang mengapeli pacarnya. Pulang pakai sendal jepit.
Ya, Gusti Allah. Mohon ampun jika saya kurang bersedekah. Mohon ampun
jikas edekah yang saya lakukan kurang ikhlas. Mohon ampun jika saya kurang
menolong sesama. Mohon ampun jika pertolongan yang saya berikan pada sesama kurang ikhlas.
Comments