Menikah secara mendadak bisa menimbulkan berbagai spekulasi. Hamil, misalnya. Seorang sahabat isteri saya bertanya sambil bisik-bisik sebelum hari pernikahan. "Hamil, ya?" Bahkan salah seorang anggota keluarganya menanyakan hal yang sama.
Saya sempat sangat bersyukur karena tak sampai ada yang bertanya-tanya seperti itu langsung ke saya. Selain tak siap dengan jawabannya, saya memang tak terpikirkan akan ada orang yang benar-benar tega mengajukan pertanyaan demikian. Saya berasumsi, keluarga dan sahabat-sahabat saya yang sangat terbuka itu tak memiliki prasangka ke arah itu.
Namun setelah hari pernikahan, seorang sahabat saya menghampiri. Sambil mengucapkan selamat, ia juga bertanya apakah mendadaknya acara pernikahan saya karena kehamilan Untung saja mood saya sangat baik waktu itu.
Ah, saya tak perlu buang energi untuk melayani prasangka-prasangka. Jika benar hal itu terjadi, Ibu saya mungkin akan sangat terpukul. Sambil ia akan merintih membacakan puisi seperti berikut:
anak perawanku mengandung dan aku linglung
serasa membubur tulang di sekujur tubuh
tak hingga udara di paru-paru
anak perawanku mengandung dan aku malu
berapa tinggi wajah dapat kutengadahkan
berapa lebar jendela rumah dapat kubentangkan
anak perawanku mengandung bumiku pilu
langit sewarna jelaga mentari terkubur perdu
betapa indah kado yang kau berikan padaku gusti
betapa istimewa derajat kau limpahi
Comments