Skip to main content

Rahasia Hati: Yakin Sudah Termaafkan?

Pada suatu ceramah mingguan di sebuah mesjid, saya mendengar doa yang dipanjatkan pendakwah: mohon hapuskan doa di masa lalu yang bisa menghalangi pintu rezeki, jodoh, dan lainnya. Potongan doa itu saya simpan dalam hati.

Sekarang saya baru mengerti setelah melihat sejumlah kasus di sekitar saya. Kadang kita melakukan sesuatu yang menurut kita baik-baik saja, tapi tidak bagi orang lain. Termasuk kepada orang tua kita.

Secara beruntun saya mendengar cerita dari sejumlah sahabat tentang orang-orang terdekat mereka yang mengalami near death experience. Pengalaman-pengalaman orang yang hampir mendekati kematian, yang merasa didatangi para arwah leluhur.

Saya membuka kartu tarot untuk mencoba mengungkap misteri cerita dari salah seorang sahabat yang ibunya mengalami perstiwa di atas. Saya menyimpulkan, ada urusan-urusan antar manusia yang belum selesai. Sesuatu yang berat dan masih berat ia lepaskan karena begitu melekat dalam hatinya.

Lewat sebuah terapi, keluarga dari sahabat saya itu membantu sang Ibu untuk membuka ingatan, membuka hati, membuka sukma. Maka tercetuslah perasaan sakit hati dia terhadap perlakuan salah seorang anaknya yang pernah berlalu kasar pada beliau. Perasaan yang tak terungkap selama ini, hingga dalam menghuni ruang hati. Pergumulan batin yang hebat antara memaafkan dan mengabaikan.

Cerita lain, tentang seorang kerabat yang menderita sakit. Ia berobat dengan cara medis hingga alternatif. Meskipun mengalami perubahan ke arah perbaikan, namun dirasa sangat lamban. Suatu hari seorang sahabat keluarga memberikan saran. "Cuci kaki ibu, minum airnya. Ada perbuatan di masa lalu kamu yang sempat mengganjal hati Ibumu."

Sahabat saya yang lain, sudah hampir dua tahun menikah belum memiliki tanda-tanda akan hamil juga. Seorang tua bijak seolah dokter, menebak dengan tepat tentang kebiasaan sahabat saya itu yang katanya jika sedang menstruasi, keluar berupa gumpalan hitam. Gumpalan ini menghalangi sperma masuk ke indung telur. Solusinya ajaib. Sahabat saya disarankan untuk mendatangi ibunya, meminta maaf, mencuci kaki ibunya, dan meminumnya. Rupanya, si Ibu pernah sangat berharap anaknya akan menikah dengan seseorang yang ia sudah sangat suka namun si anak malah memilih yang lain.

Rahasia hati. Rahasia hidup. Hanya Allah yang bisa menjawab.

"Ya, Allah. Jika ada dosa-dosa di masa lalu yang menghalangi pintu kebaikan di hari ini dan di masa yang akan datang, mohon hapuskan.

Beri petunjuk bagaimana saya bisa menemukannya."

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.