Skip to main content

Sederhanakan Doamu

Padahal setiap kata yang kita sebut adalah doa. Lalu dengan sungguh-sungguh atau santai, kita berharap segala sesuatu itu terjadi sesuai dengan keinginan kita. "Gue pengen calon isteri gue itu cantik, pinter, mudah bergaul, nyambung kalau diajak bicara, pandai memasak." Seorang sahabat menambahkan: "Yang sudah mapan karirnya, yang usianya sedikit lebih tua dari gue, yang berkulit putih, yang penyayang, pendidikan minimal S1, yang sudah punya rumah, yang begini, begitu." Lalu dengan seijin Allah, alam semesta bahu membahu mencoba mewujudkan segala keinginan kita itu. Doa kita bersaing dengan doa-doa kita lainnya. Pun bersaing dengan doa-doa yang dipanjatkan orang lain.

Saya selalu punya keinginan. Namun belakangan, keinginan saya itu agak berat meskipun bukan mustahil. I was thirty something and still jomblo. Waktu itu saya berdoa ingin dipertemukan dengan jodoh saya. Kemudian saya berdoa. Setelah dipertemukan, saya berdoa lagi untuk dipersatukan. Setelah dipersatukan, kini saya sedang giat berdoa agar segera berketurunan. Begitulah, dari satu doa ke doa lain, dari satu keinginan ke keinginan lain.

Yeah, saya manusia biasa dan the Creator akan selalu maklum. Saya teringat sebuah SMS yang dikirimkan oleh seorang sahabat saya belum lama ini: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu. Carilah, maka kamu akan mendapat. Ketuklah, maka pintu akan dibukakan. Karena setiap orang yang meminta akan menerima dan setiap orang yang mencari akan mendapat dan setiap rang yang mengetuk pintu akan dibukakan...

Saya yakin, semakin sering doa tertentu saya sebut, semakin sungguh-sungguh doa tersebut saya harapkan terjadi, akan semakin besar putaran energi membumbung di sekitar saya. Menyedot perhatian semesta agar menomorsatukan doa saya.

Namun saya sadari juga bahwa segala sesuatu perhitungan sendiri. Seperti misalnya, dengan latihan angkatan beban sehari 30 menit, masukan kalori ke tubuh yang tertakar, maka hasil yang terlihat dari bentukan otot saya akan sesuai dengan usaha yang saya lakukan.

Saya tak mau semesta mengeluh 'capek, deh...' karena doa-doa yang saya panjatkan terlalu mustahil untuk diwujudkan. Maka saya perlu menyederhanakan doa-doa saya. Saya tak ingin berprasangka. Biar Allah saja yang memilihkan untuk saya.

Jika kalimat-kalimat berikut terkesan takabur, mohon dimaafkan. Saya berdoa tak sekedar jumpalitan berdoa. Ada berbagai kegiatan lain yang membarengi: niat kuat, mendedikasikan kaki dan tangan dan seluruh anggota badan untuk bekerja sama mendukung niat itu, berpuasa, tahajud, salat hajat, istigfar, dan bisikan pada satu atau dua sahabat tentang isi doa saya itu agar mereka selalu mengingatkan.

Namun akhirnya adalah saya perlu menyederhanakan doa saya agar harapan saya dapat terealisasi dalam waktu dekat. Saya tak lagi berdoa dengan keinginan yang specifik. Saya percayakan bahwa yang terkabul adalah baik menurut Yang Mahamemberi.

Ketika menjadi sulit untuk mendapatkan jodoh yang pintar dan cantik, saya tak lagi mengajukan syarat fisik. Karena bisa saja yang tersedia segera hanya yang pintar namun tak cantik, bisa saja yang cantik namun dungu, bisa saja cantik dan pinter namun berperilaku buruk. Jika kemudian yang saya dapat adalah perempuan yang cantik, pintar, dan berakhlak baik, ya, alhamdulillah.

[untuk yeyen, terima kasih sms-nya, yow]

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.