Skip to main content

A Father Wanna Be



Saya merasa begitu diberkati. Ketika Maret lalu berniat untuk mengakhiri hidup yang tak bertujuan, segalanya dimudahkan. Jiwa raga saya begitu ringan untuk menghadap-Nya. Jalan menuju setiap mesjid begitu 'lapang' dan 'dekat'.


Ketika Mei minta dipertemukan dengan jodoh saya, dalam waktu singkat, Allah mengirimkan satu. Ketika Juni saya pasrah, minta diijinkan untuk menikah dalam waktu dekat, maka terjadilah di bulan Juli. Saya ingin lebih khusu beribadah. Menurut saya, menikah adalah salah satu caranya. Karena niat ibadah itu, setiap tindakan baik saya dalam membina rumah tangga akan berpahala. Insyaallah.


Sejak malam pertama hingga malam-malam berikutnya, saya tak berhenti meminta bantuan Allah agar diberi keturunan: Jika tak ada, mohon adakan. Jika masih jauh, mohon dekatkan. Jika sulit, mohon mudahkan.


Bulan Juli belum usai. Mestinya saya dan isteri mengikuti sebuah trip bersepeda di luar kota dengan sejumlah sahabat. Seorang sahabat mengingatkan saya agar melakukan tes kehamilan terhadap isteri: siapa tahu. Mengikuti sarannya, pagi berikutnya dengan sangat anthusias kami melakukannya. Yes! Ada dua garis baru terlihat pada teststick. Satu merah, satu pink. Masih ragu, apakah iya. Pagi berikutnya, kami melakukan tes lagi dengan alat berbeda. Kami sangat bersuka cita. Dua garis merah nampak jelas terlihat.


Acara trip bersepeda saya batalkan. Agak sedih juga karena tak bisa ikut kegiatan yang sangat ingin saya ikuti itu. Namun saya tak mau ambil resiko terhadap kekuatan si jabang bayi. Satu minggu kemudian, kami membuat janji dengan seorang dokter kandungan untuk memastikan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehamilan isteri saya. Kesimpulan dokter: positif hamil dengan adanya lubang kehamilan pada rahim, kehamilan normal karena berada dalam rahim, dan rahim bersih tak ada kista dan semacamnya.


Alhamdulillah. Kami begitu bersyukur untuk segala berkah yang kami dapatkan ini. Semoga si jabang bayi bisa selamat sehat hingga waktunya lahir nanti, tumbuh, dan dewasa kelak. Gara-gara ini, rencana trip kami ke Vietnam dalam waktu dekat ini pun perlu kami batalkan. Padahal tiket sudah di tangan. Yeah, rencananya, trip ini sebetulnya untuk acara bulan madu kami. Namun demi keselamatan si jabang bayi, kami harus mengalah. Seorang sahabat menghibur saya. "Untuk apa bulan madu lagi, tokh hasilnya sudah ada?"


Ketika saya memutuskan untuk menikah secara mendadak, ada satu dua komentar yang menuduh saya menikah karena perempuan yang saya nikahi sudah hamil terlebih dahulu. Begitu tahu isteri saya hamil begitu cepatnya, komentar sama pun saya dengar kembali. Tak ada yang perlu saya risaukan sebetulnya, namun kadang memang menjengkelkan. Saya hanya mau membalas dengan kalimat pendek: "Orang berakhlak baik, tak akan bicara seperti itu. Not even think."


Ah, biar Allah yang membersihkan hati dan pikiran mereka.

Comments

Anonymous said…
useeeeepppppppppppp...selamat yaaa "hugs" ya buat new lifenya..ya buat a father wanna benya...suit suit

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.