Skip to main content

Mendadak Prencong di Hanoi

Salah satu kendala selama berada di Hanoi adalah bahasa. Sedikit sekali orang bisa berbahasa Inggris. Bahkan banyak orang yang terlihat dengan dandanan perlente pun ketika ditanya "Speak English?", rata-rata menggelengkan kepala.Jadi, apa yang bisa saya harapkan dari para perempuan pedagang asongan penjual hasil bumiyang terlihat ndeso itu?

Jika saya ingin membeli sesuatu, saya hanya akan menunjuk barangnya. Lalu memberi isyarat dengan menggesek jari jempol dan telunjuk. Dengan dandanan yang tidak seperti warga Hanoi pada umumnya, mereka akan mudah mengenali kalau saya warga pendatang. Para pedagang biasanya akan mengeluarkan uang di dompetnya sebanyak harga barang yang saya tunjuk. Ketika ingin menawar, lagi-lagi bahasa isyarat saya pergunakan. Senang rasanya jika dengan problem bahasa sebesar itu akhirnya bisa menawar barang yang ingin saya beli. Meskipun sedikit.

Satu hal yang melegakan, jika bertemu dengan pedagang atau penjual jasa yang usianya sudah sepuh. Banyak dari mereka bisa berbahasa Prancis! Vietnam dulu pernah lama dijajah Prancis. Saya kira, orang-orang itu dulunya pernah mengenyam pendidikan yang mana bahasa Prancis menjadi salah satu mata pelajaran yang diajarkan.

Beruntung saya mengerti bahasa Prancis, meskipun tak banyak. Seorang pemilik toko kelontong dekat hotel dimana saya tinggal menjadi sangat baik ketika saya mulai bicara menggunakan bahasa ini. Mencari barang ini itu dengan mudah ia temukan. Ah, saya seperti menemukan saudara lama yang hilang. Senangnya bukan main.

Namun, karena bahasa ini pula, saya jadi sangat kerepotan menolak untuk membeli barang-barang yang dijual oleh seorang tukang perahu. Pak Perahu itu awalnya hanya senyum-senyum saja mengantar saya mengarungi rawa-rawa maha luas di daerah wisata Ninh Binh, kawasan luar Hanoi. Saya maklum. Seperti biasanya, kendala bahasa menjadi faktor utama. Saya tak bisa memulai percakapan apapun karena dari awal ia hanya bisa berbahasa Vietnam dan sangat sedikit berbahasa Inggris. Saya lalu teringat pemilik toko kelontong yang fasih berbicara bahasa Prancis. Ternyata ia juga. Akhirnya, saya dan Pak Perahu bisa lancar mengobrol. Ujung-ujungnya ia menawari satu peti taplak meja bersulam tanpa bisa saya tolak.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis