Skip to main content

Ketika Seseorang Ditakdirkan untuk Sendiri, Selamanya

Karena takut disebut sebagai hamba yang tak beriman, maka kita seolah 'terpaksa' untuk percaya pada takdir Ilahi: rezeki, jodoh, dan rezeki. Entah kekuatan dari mana datangnya, ketika kita mengharap dapat bonus dari kantor namun tak jadi dikucurkan, kita berucap, "Mungkin bukan rezeki kita." Antara ikhlas, sabar, dan pasrah.

Kali lain, ketika seseorang bertanya pada kita mengapa masih lajang, kita masih menghibur diri dengan berkata, "Mungkin Allah belum memberikan jodoh sekarang."

Betulkah begitu? Betulkah Allah yang menunda rezeki yang seharusnya bisa kita terima ketika kita mengharapkannya? Betulkah Allah yang menunda datangnya jodoh kita? Bagaimana jika tertundanya rezeki dan jodoh karena kita yang memang sengaja menundanya?

Allah menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, begitu kitab suci menuliskan. Mana? Kapan? Anda tak sabar, ya?

Mari beranalogi.

Anda berdiri di pinggir jalan untuk menumpang sebuah taksi. Sebuah Blue Bird berhenti tepat di depan Anda meskipun Anda tak mengacungkan jari. Anda menolaknya karena menunggu taksi lain yang bertarif murah. Berikutnya Kosti Jaya berhenti. Anda menolaknya karena taksinya butut. Anda diberi dua kali kesempatan untuk mendapatkan tumpangan tapi Anda tolak. Anda telah menolak rezeki Anda sebanyak dua kali. Anda menolaknya karena mengharapkan rezeki yang lain yang sesuai dengan harapan Anda.

Anda digilai oleh seseorang yang menginginkan Anda jadi kekasihnya. Anda menolaknya karena Anda tidak menyukai dia. Entah caranya yang menurut Anda kampungan, tampangnya yang ndeso, ngomongnya yang ngga nyambung, dan sejuta dua ratus alasan lain yang pokoknya Anda tak menghendaki orang itu. Padahal Anda berdoa siang malam untuk segera mendapatkan pasangan. Siapa tahu orang itu adalah jodoh yang dikirimkan oleh Allah. Anda telah berprasangka, Anda telah menolak jodoh Anda sendiri.

Tak semua orang punya keberuntungan yang sangat. Anda mungkin heran mengapa promosi jabatan Anda di tempat kerja Anda begitu mudahnya namun untuk mendapatkan pasangan betapa susahnya. Atau kisah cinta Anda bertebaran dimana-mana namun urusan karir Anda merasa mentok. Begitulah.

Anda mungkin akan mendapatkan taksi yang Anda inginkan. Tapi Anda perlu menambah waktu untuk menunggu. Anda berharap dapat jodoh sesuai harapan Anda, konsekuensinya Anda harus menambah tahun untuk bertemu dengannya. Iya, jika kemudian taksi yang Anda harapkan akan datang, kalau tidak?

Ganti waktu Anda berjanji tak akan menunda-nunda. Siapa pun yang datang, akan Anda terima tanpa berprasangka. Namun tetap tak kunjung juga. Atau jika pun datang, ternyata cuma semusim. Anda mengharap dia menjadi soulmate, tapi ia berbeda pikiran. Dia pergi meninggalkan Anda dengan hati berkeping. Adilkah?

Subhanallah. Bersyukurlah. Allah memberikan peringatan kepada kita agar kita berbenah. Ada yang tak beres dengan diri kita. Jika Anda tak menyadarinya, bicaralah dengan Pencipta Anda: Ya, Allah, beri saya petunjuk.
Kita boleh menuntu janji Allah karena Ia telah menjanjikan pasangan untuk kita.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.