Skip to main content

Nama Indah Itu untuk Anak Kami


Tidak biasanya, badan saya merinding tak putus-putus ketika membaca salah satu surat Al Quran. Karena penasaran, segera saya buka terjemahannya. Surat itu bernama Ar Ra'd. Saya tak mengerti apa yang sedang terjadi dan tak tahu apa hubungannya. Namun tiba-tiba saya menemukan sebuah kata indah untuk saya jadikan nama dari calon anak saya. Kata itu saya simpan untuk kemudian akan saya hadiahkan untuk si buah hati jika waktunya tiba.


Istri saya menyodorkan nama ini, kami catat. Saya memberikan nama itu, kami catat. Semua alternatif dikumpulkan. Saya sendiri pernah berucap, semoga suatu saat nanti akan mendapat petunjuk nama bagi si jabang bayi.


Memasuki bulan kelima, saya dan istri memang sedang membuat daftar nama untuk bayi. Belum tahu jenis kelaminnya, jadinya masih berspekulasi. Tapi sebetulnya, kami memang tak merasa perlu tahu sebenar-benarnya jenis kelamin si jabang bayi. Kami tak ingin memilih mana yang paling kami suka antara bayi perempuan atau lelaki. Ketika kata itu membentur hati, bahkan saya tak bisa melihat kecenderungan apakah kata itu cocok untuk bayi perempuan atau justeru lelaki. Kata itu bisa mewakili keduanya. Dan yang terpenting adalah, istri saya setuju dengan nama temuan itu.


Alhamdulillah.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.