Skip to main content

Watch Out! Something is Coming to You!



Sesuatu yang entah apa tiba-tiba menyundul-nyundul pikiran. Saya berusaha menepis tapi terus mengganggu. Saya ambil nafas sejenak, konsentrasi. Saya tahu harus menghubungi siapa saat itu juga. Seorang sahabat saya mendengarkan dengan seksama ocehan saya. Karena dia pernah tahu tentang 'kebisaan' saya, obrolan langsung nyambung.


Tepatnya, saya memberi peringatan kepada dia: Sesuatu tengah menghampiri dia. Tapi saya tak tahu apa. Hati-hati saja. Tak seberapa lama setelah telepon ditutup, saya kembali menghubungi dia: Sesuatu yang buruk! Lakukan ini, lakukan itu. Hindari ini, hindari itu.


Sayangnya, saya tak bisa memprediksi sesuatu itu akan datang seberapa cepat. Hingga sahabat saya itu belum sempat melakukan instruksi saya. Sesuatu yang buruk itu memang benar-benar datang. Saya hanya bisa menghela nafas.


Peringatan lain saya terima untuk seorang sahabat saya yang lain: Kamu akan mendapatkan undangan untuk pergi ke daerah selatan. Ambil kesempatan itu karena kamu mungkin akan bertemu seseorang di sana. Selanjutnya, kamu perlu meninggalkan tempat tinggal yang sekarang kamu tinggali. Pindah!


Tak ada yang terjadi, karena sahabat saya yang ini tidak merespon dengan segera.


Sahabat saya lainnya, minta pendapat tentang kekasihnya yang tepisah oleh lautan. Apakah dia baik atau tidak, perlu dilanjutkan apa tidak. Saya berjanji untuk membantunya. Malam itu, saya ingatkan dia untuk melakukan ini itu dan dia melakukannya. Ajaib, tak harus lama menunggu ia bisa menjawab pertanyaan dia sendiri tentang kekasihnya itu.


Kali lain, saya memberi bimbingan kepada sahabat lainnya agar mengganti model rambut karena ia ingin melakukan perubahan dalam hidupnya. Di waktu yang lain, saya menganjurkan sahabat lain agar membuka komunikasi dengan ibunya karena menurut 'penglihatan' saya, hubungan mereka sedang tidak harmonis dan itu mengganjal langkah dia memperoleh kebahagiaan.


Begitulah. Saya sangat bersyukur bisa membantu para sahabat. Tapi tentu saja saya tak ingin memaksakan kepada mereka untuk menuruti kata-kata saya. Saya bukan dukun atau rabi. Sekedar diberi kemampuan lebih saja yang juga tak berlebihan.


Peringatan atau anjuran saya, mungkin ada yang bersifat harus segera dilakukan. Mungkin ada juga yang kapan-kapan saja dilakukan. Saya serahkan kepada para sahabat saya apakah mereka perlu menggubris apa tidak. Apakah mereka akan mencemooh atau tidak.


Lagian, siapa yang bisa menjamin bahwa petunjuk-petunjuk itu benar adanya? Untuk hal ini, saya hanya minta mereka percaya kepada Tuhan. Saya percaya bahwa petunjuk-petunjuk yang saya terima adalah benar dari Tuhan berkat puasa-puasa yang sering saya jalani, berkat mengurangi jam tidur karena saya perlu membentang sajadah, berkat surat-surat yang sering saya kumandangkan, berkat butiran tasbih yang kerap saya usap.


Yeah, tidak pernah terucap sekali pun dalam doa saya minta diberi 'kebisaan' ini, kecuali atas seijin Tuhan.


Maka ketika seorang sahabat berkeluh kesah ingin mendapatkan jodoh segera: putuskan pacarmu yang sekarang, tunggu beberapa saat, seseorang akan melamarmu. Sahabat saya ajeg.. Benar saja, orang itu datang. Melamar! Namun dia terlalu sibuk berasmara dengan kekasihnya itu. Hehe, lagian, sekali lagi, siapa yang bisa menjamin petunjuk untuk para sahabat saya yang Tuhan berikan lewat saya bisa benar kejadiannya.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.