Skip to main content

'Inisiasi Menyusui Dini' Tidak Didukung Dokter
















Kami tidak merencanakan melakukan persalinan untuk istri saya di RS Hermina. Hari itu kami ke sana sekedar untuk periksa rutin, mengikuti jadual rokter kandungan yang berpraktek di sejumlah rumah sakit. Kami lakukan pemeriksaan rutin biasanya di RS Pav Kartika, Senen atas pertimbangan jarak dari rumah yang tidak terlalu jauh.

Menyadari pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD), jauh-jauh hari saya dan istri sudah mendiskusikan kepada dokter kandungan. Dia sepakat untuk mendukung langkah kami. IMD merupakan proses meletakkan bayi sesaat setelah dilahirkan di dada ibu dalam posisi tertelungkup, baik secara normal maupun operasi. Bayi dengan naluri survivalnya, akan mencari puting ibunya sendiri.

Jangan kuatir bayi akan kedinginan karena suhu tubuh ibu akan menghangatkan. Jangan kuatir bayi menangis terus karena hanya itu yang bisa dilakukan bayi. Mungkin akan waktu hingga bayi meraih dan menghisap puting susu ibu. Faedahnya, luar biasa bagi bayi dan ibu. Sayang, dokter-dokter yang menangani operasi istri saya tidak mengabulkan permintaan saya. Entah atas alasan apa. Kecewa dan sedih rasanya.

Saya perlu menunggu kelahiran bayi kedua kelak untuk bisa melakukannya.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.