Skip to main content

Wacana: Memasang Wajah Koruptor pada Billboard


















Apa yang paling menyita perhatian Anda satu dua hari terakhir ini? Demo mahasiswa yang menuntut dibatalkannya kenaikan harga BBM? Gempa di Cina yang membunuh hingga lebih dari 8000 orang? Thomas Cup? Piala Eropa?

Sejanak saya memang memperhatikan isu-isu di atas. Tapi kemudian terus mengusik dan membuat hati tidak tenang adalah ketika menyimak semua berita tentang korupsi. Bikin sesak.

Saking seringnya kasus dugaan korupsi terungkap, membuat saya senewen. Bahkan pernah apathis. Saat seperti itu saya sering ingin menjadi jaksa atau polisi atau Malaikat pencabut nyawa, agar sang koruptor tak membuat banyak dalil agar bebas dari jeratan hukum.

Semakin pintar mereka berkicau, semakin banyak uang di kantong, semakin besar peluang mereka untuk bisa bebas. Hukum kita bisa dibeli. Pengacara kita bisa diatur dengan nominal. Negara kita tinggal menunggu kolaps.

Andai saya berlebihan uang, ingin rasanya menyewa semua ruang billboard yang tersedia di seluruh kota, untuk menampilkan wajah-wajah koruptor. Agar tak hanya mereka yang malu, tapi juga keluarga dan organisasinya. Tentu saja keluarga dan organisasinya harus kena hukuman juga, meskipun tidak langsung. Justru agar sang koruptor bisa jera sejera-jeranya. Termasuk memberikan efek mawas diri buat orang lain. Kalau tidak demikian, spekulasi para pelaku akan terus bertahan dan bermunculan.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.