Skip to main content

Andai Saya Penganut Ahmadiyah

Ketika sebagian masyarakat Indonesia akhir-akhir ini ramai meminta pemerintah agar Ahmadiyah dibubarkan, mungkin saya naif. Saya sama sekali tidak tergerak untuk mencari tahu mengapa kelompok ini harus dibubarkan? Apa yang salah dengan Ahmadiyah? Apa beda Ahmadiyah dengan Muhammadiyah? Begitulah kira-kira pertanyaan yang ada di benak saya sekarang.

Dan saya belum tergerak mencari tahu apa yang menjadikan Ahmadiyah harus dibubarkan.

Sejak saya sangat kecil, tak jauh dari rumah orang tua di Bogor, berdiri sebuah mushola bercat putih dengan papan nama di depannya: bla bla bla... Ahmadiyah. Ibu pernah memberitahu bahwa Ahmadiyah semacam aliran. Ibu juga menyebutkan siapa saja tetangga yang masuk dalam kelompok ini. Setahu saya, kami hidup berdampingan sangat damai. Bahkan tanpa gesekan sama sekali. Ibu menambahkan, Ahmadiyah itu semacam Muhammadiyah, Syiah, Suni, dan lain-lain. Setiap aliran biasanya meyakini sesuatu yang kadang berbeda dan mungkin bertentangan dengan aliran lain. Sungguh saya lupa Ibu pernah bicara apa lagi tentang apa yang membedakan aliran ini dengan aliran lainnya. Bagi saya saat itu, silakan berbeda. Tokh resiko dan tanggung jawab mestinya ditanggung oleh setiap makhluk. Seperti juga bagi penganut keyakinan lain seperti Budha, Hindu, Kristen...

Waktu saya di sekolah lanjutan atas, saya memiliki seorang sahabat yang juga berasal dari kelompok ini. Karena rumahnya jauh dari sekolah, ia menginap di asrama mesjid milik kelompok Ahmadiyah. Saya sering bermain ke mesjid di mana dia tinggal dan menumpang sholat. Saya tak pernah bertanya ini-itu. Bagi saya waktu itu, bersahabat dengan dia adalah hal yang sangat wajar.

Saat-saat ini banyak pihak menginginkan Ahmadiyah dibubarkan. Saya langsung memikirkan bagaimana dengan mushola bercat putih dekat rumah saya? Bagaimana dengan para tetangga, sahabat saya, dan keluarganya?

Bayangkan. Jika saya berada dalam keluarga penganut aliran Ahmadiyah yang sejah kecil sudah dididik dan meyakini hal-hal yang paling benar terdahap sesuatu. Lalu tiba-tiba setelah saya dewasa, orang-orang menunjuk hidung saya bahwa semua yang telah saya lakukan dan yakini adalah keliru dan sesat!

Apakah saya lalu akan merubah keyakinan saya dan mengganti dengan sesuatu yang bagi saya baru? Atau bertahan dan berjuang? Entahlah. Yang jelas pastilah bingung.

Lagian, mengapa baru sekarang Ahamdiyah dihujat salah?

Comments

Anonymous said…
Saya setuju dengan salah satu kalimat Anda, "Bagi saya saat itu, silakan berbeda. Tokh resiko dan tanggung jawab mestinya ditanggung oleh setiap makhluk". Tokh jika Ahmadiyah punya suatu keyakinan yang dapat mereka pertanggung-jawabkan sendiri kepada Sang Pencipta, kenapa juga kita yang harus kesel, sewot, marah, dsb sampai-sampai ingin membubarkan keyakinan suatu kaum ? Inilah sebabnya, apabila Negara terlalu dalam ikut campur dalam urusan keyakinan. Islam memang mayoratas di Indonesia, bahkan di muka bumi. Tapi mengapa, perbedaan pendapat cenderung tidak diselesaikan dengan cara-cara santun ? Selalu aja jawabannya : AKIDAH. Dan sepertinya, orang selalu mengatakan akidahnya lebih baik dari yang lain, sehingga kalau berbeda, berhak untuk dimusnahkan, ditempeleng, atau dibunuh. Sungguh menyedihkan.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis