Skip to main content

Apa yang Perlu Dilakukan terhadap FPI?

Ketika kejadian penyerangan FPI terhadap peserta ... ditayangkan di sejumlah acara berita, saya langsung berkomentar pedas. Saya tidak perlu lagi bertanya apa tujuan dari arak-arakan yang diserang itu. Penganiayaan dan pemukulan orang bukanlah tindakan yang bijak.

Tapi istri saya tak sependapat. Ia tak mengijinkan saya berkomentar apa pun tentang kasus tersebut. Katanya: Habib itu orang yang harus dihormati". Nah, kalau habib mencederai dan atau menyuruh untuk mencederai orang, apa masih harus dihormati?"

FPI hebat benar jika ternyata polisi tak berani 'menyentuh'-nya.

Comments

Anonymous said…
Yang perlu dilakukan FPI adalah pembinaan. Saya akui, bahwa FPI dalam menjalankan Amar Ma'ruf Nahi Munkar selalu mengedepankan kekerasan. Tapi hal tersebut tidak dapat benarkan untuk dilakukan oleh FPI mengingat budaya bangsa kita ini yang lebih mengedepankan Musyawarah untuk Mufakat.

Jika kita buka wikipedia, kita bisa melihat betapa panjangnya track record kekerasan yang dilakukan oleh FPI tapi tindakan yang diberikan oleh Pemerintah, kecil sekali.

Jadi sebelum sampai pada kesimpulan untuk membubarkan FPI, lebih baik ormas itu dibina dulu untuk meninggalkan ideologi kekerasan atas nama agama. Kalau emang dibina tidak bisa, ya keputusannya diserahkan kepada Pengadilan. Apapun alasan atas nama agama untuk melakukan kekerasan adalah hal yang sangat bodoh.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.