Ketika anak saya, Basil, memasuki usia dua bulan, dari beragam bunyi-bunyian yang dikeluarkan oleh mulutnya, satu kata yang sangat jelas terdengar sebagai bentukan dari susunan sejumlah konsonan dan vokal. Kata itu adalah 'engeng'. Saya dan istri melakukan berbagai interpretasi hingga suatu saat kami bisa memastikan bahwa kata itu berarti ia lapar atau haus. Berminggu-minggu kami melayani anak saya berdasarkan, salah satunya, kata ajaib itu.
Memasuki bulan ketiga, kata 'engeng' ternyata tak lagi berarti lapar atau haus. Setiap kali Basil bilang 'engeng' dan kami menyodori susu, ia tak bergeming. Malah cenderung menampik. Kami bingung. Namun dengan sedikit eksperimen, akhirnya mungkin kami bisa mengambil kesimpulan bahwa kata itu berarti ingin 'jalan-jalan'. Karena selanjutnya setiap kali ia bilang 'engeng' saya bawa ke teras rumah, rengekannya langsung terhenti. Ah, mungkin juga benar.
Tapi beberapa hari lalu, kami dikejutkan dengan kata baru yang dia keluarkan untuk menyampaikan pesan kalau ia lapar atau haus: 'emam'!
Hmm, begitulah salah satu keasyikan memiliki momongan. Alhamdulillah.
Memasuki bulan ketiga, kata 'engeng' ternyata tak lagi berarti lapar atau haus. Setiap kali Basil bilang 'engeng' dan kami menyodori susu, ia tak bergeming. Malah cenderung menampik. Kami bingung. Namun dengan sedikit eksperimen, akhirnya mungkin kami bisa mengambil kesimpulan bahwa kata itu berarti ingin 'jalan-jalan'. Karena selanjutnya setiap kali ia bilang 'engeng' saya bawa ke teras rumah, rengekannya langsung terhenti. Ah, mungkin juga benar.
Tapi beberapa hari lalu, kami dikejutkan dengan kata baru yang dia keluarkan untuk menyampaikan pesan kalau ia lapar atau haus: 'emam'!
Hmm, begitulah salah satu keasyikan memiliki momongan. Alhamdulillah.
Comments