Skip to main content

Agustusan yang Memenjarakan



Apa yang menyenangkan ketika libur panjang dan Anda ada di Jakarta? Jalanan sepi.Ya, ke sana ke mari hanya makan beberapa menit saja.

Saat libur panjang peringatan hari kemerdekaan RI, para pengendara yang biasa memacetkan jalan raya, yang terdiri dari penduduk Jakarta maupun pendatang. Tentu saja ketika hari libur, jumlah pendatang akan sangat berkurang. Mereka berkegiatan di tempat masing-masing. Sementara sebagian penduduk Jakarta, akan beramai-ramai ke luar kota seperti Bogor, Puncak, Bandung, Yogya, Bali, Anyer, atau bahkan ke Singapura.

Libur panjang kemerdekaan juga biang dari hal-hal yang menjengkelkan. Banyak jalan ditutup untuk digunakan berbagai macam perlombaan. Sejak saya tinggal di sebuah rumah di tengah suatu perkampungan di ibukota, pergi dan pulang ke rumah di tanggal 17 Agustus sangatlah menyengsarakan. Apalagi pada bulan Agustus ini berbarengan juga dengan musim kawin. Mesti sering mengurut dada agar tak perlu mengeluh.

Menutup jalan untuk suatu kepentingan yang betul-betul mendadak dan urgent yang berhubungan dengan kepentingan hidup orang banyak, saya rasa siapa pun akan maklum.Namun jika menutup jalan hanya karena ingin membuat pesta perkawinan, syukuran sunatan, bahkan untuk sekedar balap karung atas nama apapun itu, menurut saya sebaiknya tak perlu dilakukan di badan jalan hingga mengganggu kepentingan orang lain.

Masyarakat sebaiknya disadarkan untuk tidak mendahulukan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Mereka bisa menggunakan gedung pertemuan terdekat jika hendak membuat acara. Jika alasannya untuk menghemat uang, bukankah lebih baik tidak membuat pesta sama sekali?

Mengenai perayaan Agustusan yang selalu menutup jalan, sebaiknya dilakukan koordinasi. Gunakan lapangan jika ada. Jika tidak ada, boleh saja menggunakan ruas jalan. Tapi dengan sejumlah syarat. Misalnya, hanya menggunakan ruas jalan yang memiliki alternatif sehingga masyarakat masih bisa mengakses wilayah yang tertutup.Koordinasi juga dilakukan untuk mengatur, siapa dan kapan gilirannya beraktivitas dio ruas jalan tertentu yang telah ditunjuk. Ruas jalan yang dilalui oleh kendaraan umum, sebaiknya tidak boleh digunakan dengan alasan apapun. Satu hal yang paling penting lagi adalah, buat pemberitahuan secara tertulis kepada masyarakat sekitar bahwa akan ada penutupan jalan dari mana ke mana, kapan, dan ada pemberitahuan alternatif jalan yang bisa digunakan.

Saya rasa mudah untuk diberlakukan.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.