Saya mampir ke rumah seorang kerabat yang sedang sakit. Sakitnya sudah lama, tapi baru-baru itu saja lebih parah dari biasanya hingga tak sanggup lagi bangun dari tempat tidur. Sakit, tapi kelakukannya kian hari kian menyebalkan, begitu keluh istrinya. Serba salah melayaninya. Kepada sang istri, saya berpesan untuk sabar.
Saya menyaksikan sosok tua yang terbaring dengan tidak nyaman. Nafasnya satu-satu, gerakan badannya terkesan penuh kesakitan. Di usianya yang mungkin lebih dari 60 tahun, dia masih mengenali saya. Saya duduk di sebelahnya, mengecup keningnya. Semilir pesing masuk ke hidung. Sang istri lalu bercerita tentang keseharian mereka setelah sang suami terbaring termasuk dengan ketakberdayaannya.
"Masih suka sholat?" tanya saya menyelak. "Boro-boro. Disuruh istigfar saja marah-marah", jawab istrinya. Masih pukul 4 pm. Saya berbisik kepada si sakit untuk mau saya ajak sholat ashar. Saya berbisik, "Takutlah pada kematian. Karena kematian tanpa iman yang cukup akan sangat menyakitkan. Sholat, ya?" Dia mau. Lalu saya memanggil kedua anaknya untuk membantu membasuhkan wudhlu dan membimbingnya membacakan ayat-ayat. Alhamdulillah selesai, meskipun dengan kondisi yang darurat.
Sebelum saya pamit, saya meminta kedua anaknya untuk berjanji sebisa mungkin mengajak sang bapak sholat setiap kali waktunya datang. Jika beliau rewel, paksa saja. Mereka mengiyakan. "Ini kesempatan terbaik kalian untuk mengabdi."
Beberapa hari kemudian, saya mendapat kabar, lelaki tua itu telah dipanggil Pencipta-nya. Saya lalu teringat pada kedua anaknya yang telah berjanji menolong tiap kali waktu sholat tiba. Semoga itu dilaksanakan.
Saya menyaksikan sosok tua yang terbaring dengan tidak nyaman. Nafasnya satu-satu, gerakan badannya terkesan penuh kesakitan. Di usianya yang mungkin lebih dari 60 tahun, dia masih mengenali saya. Saya duduk di sebelahnya, mengecup keningnya. Semilir pesing masuk ke hidung. Sang istri lalu bercerita tentang keseharian mereka setelah sang suami terbaring termasuk dengan ketakberdayaannya.
"Masih suka sholat?" tanya saya menyelak. "Boro-boro. Disuruh istigfar saja marah-marah", jawab istrinya. Masih pukul 4 pm. Saya berbisik kepada si sakit untuk mau saya ajak sholat ashar. Saya berbisik, "Takutlah pada kematian. Karena kematian tanpa iman yang cukup akan sangat menyakitkan. Sholat, ya?" Dia mau. Lalu saya memanggil kedua anaknya untuk membantu membasuhkan wudhlu dan membimbingnya membacakan ayat-ayat. Alhamdulillah selesai, meskipun dengan kondisi yang darurat.
Sebelum saya pamit, saya meminta kedua anaknya untuk berjanji sebisa mungkin mengajak sang bapak sholat setiap kali waktunya datang. Jika beliau rewel, paksa saja. Mereka mengiyakan. "Ini kesempatan terbaik kalian untuk mengabdi."
Beberapa hari kemudian, saya mendapat kabar, lelaki tua itu telah dipanggil Pencipta-nya. Saya lalu teringat pada kedua anaknya yang telah berjanji menolong tiap kali waktu sholat tiba. Semoga itu dilaksanakan.
Comments