Skip to main content

Carrefour Goes Green

DSC01963 kantong belanjaSejak beberapa waktu lalu, Carrefour memperkenalkan gaya belanja yang ramah lingkungan. Yaitu dengan mengajak konsumennya menggunakan kantong plastik khusus yang mesti dibawa setiap kali belanja. Kantong ini boleh diganti jika rusak dengan cara menukarnya. Carrefour tidak memberikan ini dengan cuma-cuma, alias konsumen harus membelinya terlebih dahulu.
Aktivitas mulya. Tapi rasanya tidak efektif. Saya melihat tak satu pun konsumen yang pernah membeli kantong re-use itu datang belanja dengan membawa kembali kantong tersebut.
Banyak aktivitas belanja dilakukan secara insidental. Artinya, konsumen ke luar rumah untuk beraktivitas, lalu tiba-tiba mempunyai ide untuk belanja. Sementara kantong plastik re-use yang sudah dibeli tak sempat dibawa.
Tak efetktif, namun tetaplah patut dipuji. Jauh sebelum Carrefour melakukan kampanye go green, sebetulnya Makro, salah satu pusat perkulakan, pernah memperkenalkan model belanja minim kantong plastik yang lebih baik dari Carrefour. Konsumen sama sekali tidak tidak beri kantong. Seusai belanja, konsumen langsung memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi mobil. Konsumen yang datang tidak membawa kendaraan, baru boleh membeli kantong plastik. Saya tidak tahu apakah Maktro masih menjalankan program itu.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.