Skip to main content

Saya Masih Nge-blog dan Akan Terus Nge-blog

Sudah lama saya tak browsing blog-blog yang orang lain buat. Ternyata masih banyak orang yang aktif blogging. Menulis keseharian mereka, hal-hal yang sederhana, hal-hal yang mungkin sangat tidak penting. Sama seperti yang saya lakukan. Kadang hal yang memang remeh temeh. Tapi mereka tetap menulis. Saya pun tetap menulis.

Saya tak tahu kebiasaan ini akan berhenti kapan dan karena sebab apa. Menulis itu perlu energi, inspirasi, dan disiplin. Tak bisa survive hobby menulis kita kalau tak punya dorongan yang kuat dari hati. Mood saya pun naik turun dan bolong-bolong. Kadang jika lagi semangat, bisa lima buah postingan bisa naik. Jika tidak, berminggu-minggu bahkan sebulan penuh tak ada.

Untungnya, saya sekali mengambil foto dengan kamera atau dengan telepon selular. Jika sedang malas menulis, saya tinggal posting saja foto yang saya buat. Bukankah satu foto bisa bercerita seribu kata? Hahaha. Saya manfaatkan saja istilah itu. Atau sering juga saya memposting foto-foto lama, saya lihat kapan tanggalnya kemudian saya post pada tanggal foto tersebut dibuat. Jika masih inget cerita di balik foto tersebut, saya tulis, jika tidak ingat, saya biarkan tanpa cerita.

Suatu ketika saya lihat-lihat postingan saya yang terdahulu, mundur ke beberapa tahun lalu. Wah, banyak cerita yang sudah saya bagi di sini. Cerita duka, suka, kemarahan, kesedihan, kesepian. Saya bisa kembali mengingat menit-menit sebuah peristiwa yang mungkin sudah terkubur oleh waktu.

Tidak harus bagi orang lain, bagi saya saja ini sangat bermanfaat. Untuk terus mengilhami diri, terus bergerak, membuat sejarah.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.