Skip to main content

IM2, I'M 2 Tired

Saya sedang siap-siap hijrah ke provider internet lain sejak IM2, kemana saya berlangganan selama ini, selalu bermasalah dalam menyediakan signal baik. Sejak pertama kali saya langganan, sekitar setahun tahun lalu lebih, hingga sekarang, rasanya lebih banyak manahan nafas dari pada happy. Padahal untuk mengeluarkan Rp 350,000 per bulan mestinya saya mendapatkan hal terbaik.
Lalu berita di bawah ini saya dapatkan. Tambah bulat rasanya untuk hengkang.
Rabu, 08/04/2009 07:44 WIB
Internet Indosat Bersiap Naik Harga
Andrian Fauzi - detikinet

Bambang W (afz/inet)
Bandung - Berbeda dengan anjuran pemerintah untuk menurunkan tarif internet mulai April 2009 ini, Indosat malah berpikir untuk menaikan tarif langganan internetnya. Khususnya untuk akses tanpa batas alias unlimited.
Demikian diungkapkan oleh Head of PT Indosat WJRO Bambang Wirawanto, usai syukuran peresmian IM2 Broadband Service (IBS) di Kedai Nyonya Rumah, Jalan Trunojoyo, Selasa (7/4/2009) petang.
"Sudah saatnya menaikan tarif," tegas pria yang akrab dipanggil Wiwin itu kepada detikINET.
Menurutnya, wacana menaikan tarif internet unlimited sudah disampaikan di dalam rapat direksi. Hal ini karena melihat kenaikan pendapatan dari broadband tidak sebesar kenaikan jumlah pelanggan broadband, dalam hal ini IM2.
"Saya lihat grafik pertumbuhan pelanggan itu naik tajam. Tapi revenue segitu-segitu saja," kata pria penggemar golf ini menjelaskan.
Mendukung ucapan Wiwin, GM Marketing and Channel Management IM2 Rahmat Halomoan Rambe mengungkapkan hasil survey yang dilakukannya, pada dasarnya masyarakat tidak mempermasalahkan harga dalam memenuhi kebutuhannya akan akses internet.
"Yang penting bisa konek dan stabil. Harga nomer tiga," tegasnya.
Vivi Mariska, Vice President Marketing and Promotion PT Melvar Lintas Nusa (Melsa), ISP lokal Bandung, di tempat yang berbeda mengatakan bahwa anjuran pemerintah belum tentu dipatuhi oleh ISP. Menurutnya wacana menurunkan tarif tidak realistis ditengah krisis yang tengah melanda dunia usaha.
"Tarif internet turun, tapi tarif yang lain seperti listrik, telepon dan yang lainnya. Operasional cost kita malah semakin naik. Lagian kita belum menerima edarannya jika memang itu instruksi dari pemerintah. Tapi kalau hanya anjuran, ya, seperti halnya anjuran. Mau dilaksanakan atau tidak terserah kita," papar Vivi.
( afz / rou )

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.