Tidak seperti ketika bermain dengan mainan lainnya, Basil, anak saya yang baru berusia 17 bulan, sangat menyukai lego. Well, bukan lego aseli. Lego-legoan ini dibeli di pasar mainan anak daerah Prumpung, Jakarta Timur. Satu kantong harganya Rp 25,000. Berupa kubik-kubik kosong warna-warni yang bisa ditumbuk-tumpuk ke atas.
Saya perlu mengajari dulu awalnya, bagaimana menyusun lego. Terlihat frustasi dia karena tak juga berhasil mengaitkan satu kubik dengan kubik lainnya. Kalau sudah lama dicoba tapi tak juga menyangkut, dia akan rewel minta bantuan.
Lama-kelamaan, ketika hampir setiap hari disodori mainan tersebut dan sambil ditemani, diajari, dibantu, ia mulai menemukan pola bermainnya. Basil akan mengumpulkan kubik yang ukurannya sama dulu. Lama-kelamaan, ia mulai berani merangkai kubik yang lebih rumit.
Saya mengamati terus perkembangan Basil bermain lego. Sebuah proses belajar yang luar biasa. Saya melihat kesabaran, ketenangan, kesenangan. Bayangkan, setiap kali ia berhasil menyusun satu kubik, karena awalnya selalu saya beri tepuk tangan dan pujian, walaupun sedang bermain sendiri, ia akan tepuk tangan sendiri. Menggemaskan.
Lego mungkin memang mainan tepat untuk anak seusia Basil.
Comments