Apa yang kita terima dan tolak hari ini adalah jalan hidup kita berikutnya. Karena apa pun yang datang adalah janji untuk masa depan, apa pun bentuknya.
Padahal untuk bisa menerima, perlu sebuah ketrampilan yang luar biasa luhur. Kita pernah menolak sesuatu dengan alasan apa yang datang tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Mungkin terlalu kecil, mungkin terlalu besar, mungkin terlalu buruk, mungkin terlalu baik. Kita berharap akan ada lagi yang datang. Bagaimana jika tak akan pernah ada lagi?
Dengan menerima apa pun yang datang sekarang, menunjukkan kelegaan dan rasa syukur. Bukankah rezeki memang seharusnya disyukuri?
Sahabat saya tidak jadi menerima pekerjaan yang dia lamar sendiri karena gajinya tak sesuai dengan yang diminta. Sahabat saya yang lain menghindari cinta seseorang yang yang tak cintai. Bagaimana dengan hal-hal demikian? Salahkah mereka menolak?
Tidak berprasangka. Pekerjaan adalah status, dulang dafkah, dan simbol perjuangan hidup. Ketika ditolak, kita seperti menolak rezeki itu sendiri. Maka yang ia jalani berikutnya adalah kepura-puraan hingga ia menemui pola hidup berikutnya yang seharusnya dia jalani dan ini perlu waktu yang tak pernah jelas kapan.
Tidak berprasangka. Cinta adalah tapak kaki yang mestinya tak hadir sendiri. Perlu dua, berpasangan. Kita ia ditolak, maka kembali, sebuah kepura-puraan yang sedang ia jalani.
Percayalah, menerima bukanlah hal buruk. Dibalik penerimaan itu, justeru di sanalah rahasia kebahagiaan hidup menunggu. Jujur saja, bukan gaji tinggi yang bisa membahagiakan, bukan? Sementara dicintai oleh orang yang tidak kita cintai hanyalah sebuah ujian kecil. Perlu diingat, hal itu bukan lantas pernikahan, kan? Itulah rahasia.
Comments