Skip to main content

40, Sebentar Lagi

20, 30, 40, 50...? Berapa umur Anda sekarang? Pernahkah dengan girang hati Anda memasuki suatu hitungan umur tertentu? Yeah, mungkin saat Anda memasuki usia 17 tahun. Umumnya demikian karena pada saat itu, banyak hal untuk pertama kali kita dapatkan seperti misalnya KTP.

Kata orang, live begins at 40. Ya, sebentar lagi saya memasuki usia 40 tahun. Oh, God. Saya sudah sepuh. Rasanya saya ingin muda terus. Biar saja yang lain menua, tapi saya ingin awet di usia sekarang saja. Haha.

Apa yang sudah saya raih di usia hampir 40 tahun ini? Malu mengakui kalau saya belum menjadi siapa-siapa, belum punya apa-apa, dan merasa belum kemana-mana. Belum juga banyak melakukan apa-apa.

Saya punya rencana sebetulnya. Memasuki usia 40, saya sudah punya rencana. Selalu punya rencana, rencana baru. Mudah-mudahan rencana saya bisa terwujud. Saya selalu punya rencana, rencana baru. Itu makanya, saya tak bisa mencapai setinggi-tinggi pencapaian, karena ketika saya sedang berusaha meraihnya, saya selalu punya rencana baru. Saya akan mulai dari awal, untuk rencana baru saya itu. Ketika saya mulai merangkak naik, lagi0lagi saya akan punya rencana baru lain. Dan mulai lagi dari permulaan. Begitulah pola hidup yang saya jalani.

Perlukah saya repot-repot mengubah pola hidup yang saya jalani ini? Entahlah. Setidaknya, dengan mengakui bahwa usia saya hampir 40 tahun, menerimanya dengan ikhlas, dapat mengakhiri recycle pola hidup yang selama ini membuat saya tak pernah mendapat kedewasaan dalam meraih sesuatu. Namun begitu, saya akan tetap mengalir seperti angin, tak akan berlari membawa ambisi yang hanya akan membuat saya tergesa dan lengah, penuh nafsu dan amarah.

Saya akan terus bermeditasi, menjalani sisa hidup dengan dharma dan karma baik.

Comments

Anonymous said…
kalo d umur 22 sudah bisaa apa ajaa pak??
I still got nothing niih...
hehehehe

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.