Skip to main content

Basil Sembuh: Ternyata Radang Telinga


Ramadhan ini, hati dan pikiran saya penuh dengan kekuatiran tentang kesehatan Basil. Sejak awal bulan puasa ini, suhu badan Basil naik turun hingga 40 derajat. Bahkan sempat dirawat 10 hari di rumah sakit. Lekosit dalam darah tinggi sementara hal lain tak terdeteksi kecuali batuk dan pilek. Kemungkinan ada infeksi tapi sebelah mana?

Minggu ke tiga, saya dan istri sepakat untuk mencari second opinion dengan mengunjungi dokter anak yang lain karena setelah pulang dari rumah sakit pun keadaan masih sama. Dokter kedua ini mengusulkan tindakan macam-macam. Tes darah, tes urin, bahkan suntik mantok untuk mengetes kondisi paru-paru. Semua negatif.

Lalu kembali ke dokter pertama. Dua hal yang ia usulkan: tes urin kultur dan pergi ke asli THT. Keduanya kami lakukan. Hasil tes urin negatif sementara hasil tes THT, ditemukan adanya peradangan di dalam telinga Basil. Penyebabnya, menurut dokter spesialis THT itu adalah pilek. Lendir influenza pada anak-anak, dapat mengalir ke mata jadi belek atau ke kuping.
Alhamdulillah. Setelah diberi obat tetes, sehari saja sudah membaik. Ah, ternyata.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.