Skip to main content

Noordin M. Top Tewas! Syukurlah


Saya sedang mengikuti sebuah kegiatan di LSPR. Sekilas saya melihat tayangan TV tentang tewasnya Noordin M. Top. Saya tidak begitu yakin itu berita benar hingga beberapa teman dosen meyakinkan saya bahwa berita yang saya lihat memang benar.

Syukurlah. Pasti berkat usaha keras dan super intensif. Saya berharap semoga kegiatan teroris di Indonesia bisa terhenti. Noordin meninggal, mungkin lebih baik. Jika tertangkap, banyak potensi masalah akan muncul, antara lain:

1. Noordin bisa kabur, baik sendiri maupun atas bantuan orang lain. Misalnya menyuap para petugas.
2. Munculnya dukungan terhadap Noordin yang mungkin dapat melahirkan fanatisme terhadap ajarannya bagi orang-orang yang simpatik.
3. Pemberitaan yang berkepanjangan tentang dia dapat menciptakan ilusi tertentu.
4. Saat dia di tahan, justeru dia lebih leluasa melakukan mengatur operasinya. Dia punya banyak uang untuk menyuap petugas untuk meloloskan alat komunikasi ke dalam penjara.
5. Menghindari biaya pengadilan yang tinggi.

Di tengah hiruk pikuk kegembiraan masyarakat, salah seorang ayah dari anggota teroris yang tertangkap malah bicara miring. Ia mengkritik polisi karena terlalu brutal dalam melakukan penangkapan para teroris di Solo itu. Apalagi di antara yang tewas, terdapat seorang perempuan hamil yang terluka parah.

Kita tak perlu terpancing untuk jatuh kasihan. Mengapa perempuan hamil itu ada di sarang teroris adalah pilihan dia. Dia sudah tahu resiko yang perlu ditanggung.



Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.