Skip to main content

Sebuah Event, Sebuah Tungku Pelajaran Hidup

Pada event AUPF 2009 yang saya dan sahabat-sahabat selenggarakan di hotel Borobudur ini, tugas setiap orang menjadi blur karena saling over lap. Diperlukan fleksibilitas, saling menghargai, toleransi, dan inisiatif yang tinggi. Tak bisa rasanya kita menghindari pekerjaan yang bukan tugas kita, terus kita abaikan.

Atas nama tujuan bersama untuk kesuksesan event ini, saya rasa semua orang yang terlibat perlu legowo dan ikhlas mengerjakan semua pekerjaan, baik miliknya maupun milik orang lain. Tanpa berhitung, tanpa menuntut. Saling gesek dan saling menyalahkan akan terjadi karena tak semua terus waspada, tak semua terus mengansipasi. Pekerjaan luar biasa dengan dampak luar biasa terhadap diri sendiri maupun semua pihak yang terlibat.

Banyak pelajaran hidup yang dapat diamati. Sayang rasanya kalau kita membiarkan hal-hal ini terjadi tanpa sempat mengambil faedah. Saya menempatkan diri sebagai orang yang siap membantu. Saya sodorkan diri untuk segala persoalan yang tak orang lain mau atau berani melakukan. Tak ada ruginya, meskipun mungkin saya akan babak belur keletihan, malu, berpikir keras, dan hal-hal lain untuk bagaimana melahirkan solusi. Namun tentu saja saya tak sepicik itu. Saya hanya membayangkan betapa bahagianya hati saya jika ternyata persoalan yang diembankan ke pundak saya bisa terpecahkan. Bukankah kita hidup salah satunya untuk mencari kebahagiaan?


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.